Semarang (ANTARA News) - Kalangan industri di Jawa Tengah menilai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) industri per 1 Desember 2007 sebesar 14,6 persen hingga 21,7 persen persen bakal membengkakkan biaya produksi.
"Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM industri tidak berpihak pada kalangan industri karena akan semakin memberatkan industri," kata Seno Hardiono (47) anggota Kadin Provinsi Jateng, di Semarang, Sabtu.
Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM industri per 1 Desember 2007 itu akibat harga BBM di pasar Singapura atau "Mild Oil Platts Singapore" (MOPS) yang menjadi patokan mengalami kenaikan antara 14,6 persen hingga 21,7 persen.
Kenaikan harga BBM per 1 Desember 2007 untuk jenis premium naik menjadi Rp7.451,00 per liter, minyak tanah Rp8.348,00 per liter, minyak solar transportasi Rp8.300,00 per liter, minyak solar industri Rp7.940,00 per liter, minyak diesel Rp7.700,00 per liter, minyak bakar Rp5.751,00 per liter, dan Pertamina Dex Rp8.450,00 per liter.
Sementara harga minyak bersubsidi untuk masyarakat dan industri kecil tetap Rp2 ribu per liter. Sedangkan harga BBM premium maupun solar bersubsidi bagi transportasi tidak mengalami perubahan, yakni premium Rp4.500 per liter dan solar Rp4.300 per liter.
Menurut dia, kenaikan harga BBM industri akan berakibat semakin melambatnya pertumbuhan ekonomi di daerah karena kondisi ini akan membuat produktivitas setiap industri menjadi berkurang.
Karena itu, katanya, pemerintah perlu memberikan subsidi kepada kalangan industri agar usahanya tetap berjalan. "Tanpa ada subsidi keberlangsungan usaha kalangan industri akan bertambah berat.
Ia mengakui kalangan industri tekstil kini memang sudah ada yang memanfaatkan bahan bakar batu bara sebagai pengganti BBM. Namun jumlahnya masih sedikit. "Jika harga BBM industri terus melambung bukan tak mungkin kalangan industri akan mencari BBM alternatif," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007