Pontianak (ANTARA News) - Budayawan Kalimantan Barat, A Halim A Ramli, meminta pemerintah untuk segera menginventarisasikan budaya yang merupakan peninggalan leluhur bangsa agar kasus klaim kesenian Reog Ponorogo oleh Malaysia tidak terulang kembali.
"Kita ketahui, Reog Ponorogo sendiri berkisah tentang Prabu Sewondono yang hendak melamar Dewi Songgolangit. Cerita itu saat zaman Kerajaan Kediri, tetapi kenapa kesenian tersebut diklaim oleh Malaysia sebagai miliknya. Kita lupa, budaya ataupun kekayaan lain berkekuatan hukum yang mengakui waris tersebut milik kita," kata Halim, di Pontianak, Sabtu.
Ia mengatakan, pemerintah harus melakukan `jemput bola` terhadap budaya-budaya Kalbar dan Indonesia pada umumnya agar dilestarikan oleh masyarakat. Tidak mungkin masyarakat memiliki biaya untuk mendaftarkan kesenian dan budaya yang berkembang dalam suatu badan hukum seperti HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) atau hak paten.
"Karena itu, pemerintah juga harus berperan aktif dengan memberi label seni dan budaya yang ada agar tidak diakui oleh negara lain, " ujarnya.
Halim menyatakan, Malaysia giat melakukan pencurian budaya dan kesenian dari negara lain terutama dari Indonesia yang dinilai lemah. Kesempatan tersebut dimanfaatkan Malaysia sesuai dengan visi negara tersebut yaitu "Truly Asia" (Asia sebenarnya-red).
Artinya Malaysia berambisi menghimpun dan mengumpulkan ikon-ikon seni dan budaya yang ada di negara Asia untuk disajikan kepada wisatawan yang berkunjung ke negaranya.
"Kita melihat kesadaran dari pemerintah dan instansi terkait masih minim untuk melestarikan budaya dan kesenian peninggalan zaman nenek moyang. Tetapi ketika sudah diakui oleh negara lain baru seperti `kebakaran jenggot`," kata Halim.
Sementara itu, Ketua Masyarakat Peduli Sejarah Kalbar, Mardan Adijaya, menyesalkan pengklaiman Malaysia bahwa kesenian Reog Ponorogo milik mereka.
"Mereka (Malaysia-red) sudah menginjak-nginjak harga diri Bangsa Indonesia, sudah cukup banyak milik kita yang diakui, baik secara diam-diam maupun secara terang-terangan, seperti lepasnya Pulau Ambalat dan Ligitan ke tangan mereka, karena ia melihat kita hanya diam dan terlalu banyak kompromi," katanya.
Sudah saatnya kesenian serta budaya Indonesia dijadikan hak intelektual Artinya terdaftar di HAKI, setelah itu barulah didaftar di negara luar yaitu Badan Internasional.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007