Jakarta (ANTARA News) - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mempertanyakan status Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menurutnya tidak jelas. "Kalau ormas, mana massanya. Kalau sebagai semacam majelis fatwa, tapi kok terlalu lebar dan besar perannya," kata profesor yang akrab disapa Kang Said itu di Jakarta, Jumat. Menurut Kang Said, peran MUI terasa semakin begitu besar menyusul munculnya sejumlah aliran `sesat` yang marak belakangan ini. MUI, katanya, begitu mudah memutuskan dan mengeluarkan `fatwa sesat` terhadap sebuah aliran yang dinilai menyimpang. Tak hanya kepada aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah pimpinan Ahmad Moshaddeq yang difatwa sesat beberapa waktu lalu, tetapi juga kepada beberapa paham, ajaran atau aliran yang dianggap di luar kebiasaan. Parahnya lagi, kata alumni Universitas Ummul Qurra` Mekkah itu, fatwa tersebut dikeluarkan seakan-akan tanpa pengkajian mendalam terlebih dahulu. Kang Said membandingkan keberadaan MUI dengan mufti di Arab Saudi yang berstatus sebagai majelis fatwa, bukan ormas. "Tapi mereka mengeluarkan satu fatwa setiap tahun. Berbeda dengan MUI, yang bisa mengeluarkan 11 fatwa dalam satu tahun. Itu pun fatwa mengharamkan semua," katanya. Menurut Kang Said, bila status MUI tidak diperjelas dan perannya tidak dibatasi, terutama berkaitan dengan begitu mudahnya mengeluarkan fatwa sesat suatu aliran, maka keberadaannya akan semakin melebar dan menyentuh wilayah aliran kebatinan yang jumlahnya sangat besar. "Bisa-bisa melebar ke aliran kebatinan dan difatwa sesat juga. Padahal, jumlah aliran kebatinan di Indonesia ini ada 320 aliran," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007