Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung (Kejakgung) mengintensifkan pengusutan kasus pembelian aset PT Timor Putra Nasional (TPN) oleh PT Vista Bella Pratama secara pidana dan perdata. "Semua akan ditindaklanjuti Kejaksaan Agung, baik pidana maupun perdatanya," kata Jaksa Agung, Hendarman Supandji, di Jakarta, Jumat. Jaksa Agung mengatakan telah menugasi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) untuk mengusut indikasi tindak pidana korupsi dalam aliran dana yang diterima PT Vista Bella Pratama dari perusahaan induknya Grup Humpuss untuk membeli aset Timor Putra Nasional. Data kasus tersebut yang berada di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menjadi data tambahan bagi Kejaksaan Agung. Selain itu, Jaksa Agung juga sudah menugasi Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usana Negara (Jamdatun) untuk mengaji apakah bisa dilakukan gugatan. "Saya sudah meminta kepada Jamdatun apa bisa dilakukan gugatan," kata Jaksa Agung. Evaluasi oleh Jamdatun, kata Jaksa Agung, akan menggunakan pendekatan kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman bagi Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti kasus tersebut. Selain itu, Jamdatun juga diperintahkan untuk memberikan pendapat hukum terhadap kasus itu. Kasus itu bermula ketika utang Grup Humpuss senilai Rp4,576 kepada Bank Mandiri dambilalih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). BPPN telah menyita aset Grup yang dimiliki oleh Hutomo Mandala Putra itu, di antaranya dari PT Timor Putra Nasional senilai Rp4,04 triliun, dan Sempati Air Rp270,3 miliar. Aset Grup Humpuss itu dijual oleh BPPN dalam Program Penjualan Aset Kredit (PPAK) III BPPN senilai Rp4,576 triliun. Namun, PT Vista Bella Pratama pada Juni 2003 hanya membeli aset tersebut dengan harga Rp512 miliar. KPK berhasil menemukan adanya aliran dana dari Humpuss ke PT Vista Bella. Padahal, dalam perjanjian jual beli piutang antara BPPN dan PT Vista Bella disyaratkan bahwa pembeli harus tidak memiliki kepentingan ekonomi secara langsung dan atau tidak langsung dengan peminjam dan jajarannya, dalam hal ini Grup Humpuss. Selain itu, disyaratkan bahwa pembeli tidak memperoleh, baik langsung maupun tidak langsung dana atau bentuk pembiayaan lainnya dari peminjam. Dari temuan sementara KPK, terdapat indikasi kuat bahwa dalam proses pembelian aset tersebut terjadi penyimpangan dan pembelian dilakukan dengan harga sangat rendah, hanya 11 persen dari nilai aset sesungguhnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007