Jakarta (ANTARA News) - Terkait masih berlanjutnya pelarangan terbang terhadap maskapai Indonesia oleh Uni Eropa (UE), Pemerintah Indonesia diminta oleh sejumlah kalangan bersikap tegas, termasuk kemungkinan melakukan tindakan resiprokal (pembalasan, red). "Pemerintah harus tegas. Juga perlu dipertanyakan kepada mereka apa sebenarnya niat di balik itu. Jika teknis persoalannya, maka seyogyanya memberikan bantuan, bukan sebaliknya dengan `ban` (pelarangan)," kata Mantan Ketua Tim Nasional Evaluasi Keselamatan dan Keamanan Transportasi (Timnas EKKT), Chappy Hakim, saat dihubungi di Jakarta, Kamis. Senada dengan Chappy, Manajer Humas Lion Air, Hasyim Arsal Alhabsy sepakat bahwa tindakan UE tersebut layak dibalas dengan tindakan serupa karena jika dibiarkan, selain Indonesia secara harfiah dipermalukan, juga untuk memberi pelajaran agar UE tidak berstandar ganda. "Jika UE masih menilai, secara teknis maskapai Indonesia tak sesuai standar UE. Mestinya mereka juga tidak terbang ke Indonesia. Tetapi apa yang terjadi, mereka masih melakukan itu, termasuk melintas di wilayah udara yang dikontrol oleh Indonesia," kata Hasyim. Menurut Chappy, setelah pemerintah mempertanyakan kepada UE dan ada jawaban yang jelas tentang alasannya maka hal itu bisa dijadikan dasar untuk bertindak lebih lanjut. Dia berpendapat, kebijakan Eropa itu tidak tepat karena larangan terbang itu cenderung dinilai sebagai respon bermotif ekonomi politik ketimbang teknis. Padahal jika pertimbangan teknis yang menjadi dasar, seharusnya responnya juga sesuai aspek teknis. Chappy menjelaskan, jika benar penerbangan nasional tidak laik secara teknis dari standar Eropa, maka seharusnya respon teknis yang diberikan seperti pembinaan, dialog, bahkan bantuan untuk meningkatkan penerbangan. "Sesuai Konvensi Chicago," katanya. Komisi Eropa melanjutkan larangan terbang untuk pesawat yang dioperasikan 51 maskapai Indonesia. Seperti dirilis dalam situs Komisi Eropa, 28 November 2007, perpanjangan larangan terbang juga diberlakukan atas Korea Utara, Kirgistan, Swaziland, Kongo, Sierra Leone, Liberia, Sudan, Afganistan, Iran, Ukraina, dan Angola. Larangan terbang hanya dicabut untuk Blue Wing Airlines asal Suriname dan Pakistan International Airlines (PIA). Evaluasi larangan terbang akan dilakukan setiap tiga bulan. Eropa mengeluarkan larangan terbang 6 Juli 2007 dengan dalih keselamatan. Pemerintah Indonesia sudah gencar melobi pencabutan larangan, bahkan mengajukan empat maskapai untuk masuk jalur cepat diloloskan dari larangan terbang. Bahkan, Jumat pekan lalu, saat bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Komisi Eropa Jose Manuel Barosso memberikan komitmen mendukung pencabutan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007