Tanjungpinang (ANTARA) - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kota Tanjungpinang menyatakan buruh sampai sekarang belum bisa keluar dari permasalahan upah.
"Kita (buruh) belum keluar dari permasalahan UMK, UMK dan UMK setiap tahun. Padahal ini selalu menjadi masalah tahunan, yang sebenarnya dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat," kata Ketua KSPSI Tanjungpinang Afyendri di Tanjungpinang, Rabu, menggunakan singkatan upah minimum kota/kabupaten.
Meski standar UMK sudah ditetapkan, menurut dia, masih ada perusahaan yang mengupah pekerjanya di bawah standar upah minimal. Ia mencontohkan, UMK Kota Tanjungpinang ditetapkan sekitar Rp2,7 juta, namun sebagian perusahaan belum mematuhinya.
"Ada buruh yang tidak paham soal UMK, ada juga buruh yang paham namun terpaksa bekerja di perusahaan yang memberi upah di bawah UMK," kata Afyendri, yang akrab disapa Ajin, menambahkan bahwa sampai sekarang secara umum buruh di Tanjungpinang belum sejahtera.
KSPSI mendesak pemerintah mencabut Peraturan Pemerintan No.78/2015 tentang Pengupahan yang menjadi dasar dalam perhitungan UMK. Berdasarkan ketentuan itu, upah minimum ditetapkan mengacu pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
"Kami ingin penetapan UMK berdasarkan kebutuhan hidup layak, seperti dulu," kata Ajin.
Selain masalah upah, ia menjelaskan, pekerja juga belum semuanya bisa menjadi peserta program jaminan BPJS Ketenagakerjaan.
Ia mengatakan permasalahan buruh yang kompleks tidak lepas dari masalah yang dihadapi perusahaan dan pelaku, termasuk pungutan liar dari aparat instansi terkait. Pungutan liar menambah beban perusahaan, dan para pekerja ikut merasakan dampaknya.
"Hentikan pungli terhadap perusahaan. Ini salah satu penyakit yang merugikan perusahaan dan buruh," katanya.
Baca juga:
Aliansi wartawan soroti masalah upah saat Hari Buruh
Menteri Ketenagakerjaan berpesan agar para buruh tetap optimistis
Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019