Ottawa (ANTARA News) - Parlemen Kanada dengan suara bulat telah mensahkan mosi yang minta Jepang untuk minta maaf dengan sungguh-sungguh pada wanita asing yang telah dipaksa masuk ke dalam rumah pelacuran militer pada saat Perang Dunia II. Mosi Rabu itu mengatakan Jepang harus "memikul tanggungjawab penuh atas keterlibatan pasukan kekaisaran Jepang dalam sistim prostitusi yang dipaksakan" dan menyampaikan "permintaan maaf resmi dan sungguh-sungguh yang disampaikan melalui Diet pada semua dari mereka yang merupakan korban". Mosi itu juga minta pada Tokyo untuk menyampaikan permintaan maaf itu dalam semangat rekonsiliasi dan secara terbuka menolak pernyataan oleh para penyangkal "perbudakan seks dan perdagangan gelap `wanita penghibur`". Kongres AS dan Belanda telah mensahkan mosi yang sama. Sebelumnya, Menteri Negara untuk Multikulturalisme Jason Kenney mengatakan "kejahatan yang tak dapat dipikirkan yang terjadi sekitar 60 tahun lalu" itu jangan terulang. "Kita perlu belajar dari pelajaran sejarah untuk menjamin agar kejadian itu tidak terulang...dan kita perlu melipatduakan upaya kita dalam perang yang sama terhadap semacam kekerasan terhadap wanita, terhadap anak perempuan." Anggota parlemen dari partai oposisi Demokrat Baru Olivia Chow, yang memelopori prakarsa itu mengatakan: "Bagi saya, kejahatan tersebut tidak terhadap 200.000 wanita. Kejahatan itu terhadap kemanusiaan dan semua warga dunia yang memiliki tanggungjawab untuk berkata dengan tegas menentangnya". Ia menyesalkan bahwa "anak-anak perempuan berusia 15 tahun menjadi sasaran (pada saat PD II) penyiksaan dan pemerkosaan oleh laki-laki tak terhitung selama beberapa pekan, bulan dan tahun terus-menerus". Ratusan ribu wanita dari Korea, Cina, Filipina, Indonesia dan beberapa negara lainnya telah diculik dan dipaksa bekerja di rumah pelacuran militer pada saat Perang Dunia Kedua. Jepang secara eufimistik menunjuk mereka sebagai "wanita penghibur". Sementara skala praktiknya masih diperdebatkan di Jepang, masalah itu tetap merupakan pengganggu antara Tokyo dan tetangganya. Kepala sekretaris kabinet Yohei Kono telah meminta maaf pada 1993 pada korban Jepang karena "kesedihan tak terkira serta luka fisik dan psikis yang tak tersembuhkan" mereka. Perdana menteri Jepang ketika itu Tomiichi Murayama juga meminta maaf tahun berikutnya, demikian AFP.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007