Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia menegaskan tidak akan melakukan upaya tindakan balasan pelarangan terbang terhadap Uni Eropa (UE), terkait masih dilarangnya maskapai Indonesia ke UE. "Kami kecewa, tetapi tetap tidak akan melakukan upaya `resiprokal` (tindakan serupa, red) terhadap UE," kata Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal menjawab pers di Departemen Perhubungan (Dephub) Jakarta, Kamis. Penegasan itu terkait dengan masih berlanjutnya pelarangan terbang terhadap 51 maskapai Indonesia yang sudah berlangsung sejak 6 Juli 2007 oleh UE. Tim audit UE sendiri telah melakukan peninjauan ke Indonesia selama sepekan sejak 5 Nopember 2007, yang hasilnya dievaluasi lebih lanjut pada sidang Komisi UE pada 19-22 Nopember 2007. Hasilnya, penerbangan nasional tetap masuk dalam daftar negara yang kena larangan terbang meski sejumlah negara sudah ada keluar dari larangan terbang tersebut. Menurut Jusman, tindakan pelarangan serupa terhadap UE adalah kontraproduktif karena Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah pada Desember dalam acara Konferensi Tingkat Tinggi Dunia tentang Perubahan Iklim. "Saat itu, tamu-tamu Indonesia, termasuk dari Eropa akan datang. Jadi, tidak etis kalau kita larang," katanya. Jusman juga menyatakan, pihaknya sudah menerima pemberitahuan resmi dari UE melalui Dirjen Perhubungan Udara, Dephub bahwa hal itu hanya persoalan tingkat kepercayaan terkait dengan kesinambungan perbaikan keselamatan penerbangan di Indonesia. "Mereka sudah mencatat sudah ada perbaikan keselamatan penerbangan di Indonesia, namun mereka belum yakin betul. Jadi, mereka belum percaya benar dan masih ingin melihat ada kesinambungan," katanya. Selain itu, mereka ingin agar Dirjen Perhubungan Udara meningkatkan pengawasan. Oleh karena itu, tegas Jusman, pihaknya secara resmi akan mengirimkan surat protes melalui duta besar Indonesia di UI perihal masih berlanjutnya pelarangan terbang itu. "Kita akan protes dan kecewa," katanya. Jusman juga melihat kemungkinan alasan perpanjangan pelarangan terbang itu tidak murni persoalan teknis, tetapi ada motivasi lain. "Jadi, saya lebih condong kalau begini sudah bukan teknis lagi, tetapi ada hal-hal lain," kata Jusman. Jusman berpendapat jika secara teknis sifatnya seketika. Artinya, ketika ditemukan ada masalah dan sudah diperbaiki, sudah tidak ada alasan lagi untuk menahannya (melarang, red). Selain itu, Jusman akan secara proaktif meminta Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) agar tidak ada lagi pelarangan terbang atau hukuman dalam bentuk apa pun dari suatu negara ke negara lain. "Ini berbahaya dan bisa menimbulkan perang pelarangan dan akhirnya mengganggu dunia penerbangan dan ekonomi," katanya. Harusnya, kata Jusman, semangat memperbaiki tingkat keselamatan penerbangan di suatu negara oleh negara dilakukan secara bersama melalui bantuan teknis, dialog dan lainnya. "Bukan asal melarang tetapi tidak berupaya membantu melakukan perbaikan," kata Jusman.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007