"Kami mengajukan banding," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Budhi Sarumpaet di Jakarta, Selasa.
Idrus Marham pada tanggal 23 April 2019 divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan karena terbukti menerima suap bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar nonaktif Eni Maulani Saragih.
Salah satu alasan JPU KPK mengajukan banding adalah karena vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta berdasarkan dakwaan kedua, yaitu Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP dengan hukuman minimal 1 tahun.
Padahal, tuntutan JPU KPK berdasarkan Pasal 12 Huruf a UU No. 31/1999 sebagaimana diubah UU No. 20/2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP dengan hukuman minimal 4 tahun.
"Putusan ini berbeda dengan pasal dalam tuntutan penuntut umum, yaitu Pasal 12 Huruf a, meskipun dalam pertimbangannya majelis hakim mengambil alih pertimbangan hukum dari surat tuntutan penuntut umum," tambah Budhi.
Idrus Marham diwakili penasihat hukumnya juga mengajukan banding.
"Setelah mencermati pertimbangan hukum majelis hakim, banyak yang tidak sesuai dengan fakta-fakta yang muncul di persidangan, misalnya penerapan hukum, khususnya Pasal 55 tentang penyertaan tidak sesuai dengan fakta dan peran Idrus Marham," kata penasihat hukum Idrus, Samsul Huda.
Samsul menilai fakta-fakta hukum yang dianggap penting oleh Idrus justru tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim.
"Selain dan selebihnya nanti akan kami tuangkan secara lengkap dalam memori banding," kata Samsul.
Vonis terhadap Idrus Marham itu memang lebih rendah daripada tuntutan JPU KPK yang meminta agar Idrus divonis selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp300 juta subsider selama 4 bulan kurungan.
Majelis hakim menilai bahwa Idrus terbukti bersama-sama dengan Eni Maulani Saragih menerima uang suap Rp2,25 miliar agar Eni membantu Johanes Budisutrisno Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1 (PLTU MT Riau-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd., dan China Huadian Engineering Company (CHEC), Ltd.
Terkait dengan perkara ini, Eni Maulani Saragih pada tanggal 1 Maret 2019 telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40.000 dolar Singapura.
Sementara itu, Johanes Budisutrisno Kotjo diperberat hukumannya oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjadi 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019