Inovasi kan banyak, tergantung dengan petugas yang bersangkutan. Karena tergantung dengan kondisi yang dihadapi
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Agama (Kemenag) mengidentifikasi tiga masa paling krusial selama musim penyelenggaraan haji, meliputi masa 10 hari pertama kedatangan, masa armina, dan masa 10 hari pertama menjelang pemulangan.
“Titik krusial dalam penyelenggaraan haji itu ada tiga, 10 hari pertama kedatangan, masa armina, 10 hari pertama menjelang pemulangan,” kata Direktur Bina Haji Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Khoirizi S. di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Selasa.
Pada kesempatan itu, digelar geladi posko yang diikuti 1.108 petugas haji yang akan bertugas di Tanah Suci selama penyelenggaraan haji tahun ini.
Khoirizi mengatakan pada masa 10 hari pertama, biasanya jamaah haji belum memahami situasi di Tanah Suci akan tetapi sudah diharuskan melakukan aktivitas dan rangkaian ibadah.
Oleh karena itu, kata dia, perlu pemetaan dari para petugas haji dalam masa orientasi tersebut agar bisa memberikan pelayanan yang baik bagi jamaah.
“Yang kedua masa armina, dalam waktu yang sangat terbatas kemudian jamaah belum paham medan tetapi mereka sudah harus melakukan aktivitas penting yakni puncak ibadah haji,” katanya.
Armina merupakan masa puncak pelaksanaan haji berupa rangkaian ibadah haji di Arafah, Mudzalifah, dan Mina (Armina).
Khoirizi menilai masa-masa tersebut merupakan saat paling krusial di mana dinamika dan persoalan di lapangan muncul dalam berbagai bentuk tanpa disangka-sangka sehingga harus ada langkah antisipasi yang kuat dari petugas haji.
“Masa krusial ketiga, yakni pada saat pemulangan, orang sibuk dengan persiapan pulang kadang-kadang dia lupa masih punya kewajiban-kewajiban di badannya yang harus dia selesaikan,” katanya.
Khoirizi pun menyarankan agar para petugas haji kreatif untuk berinovasi dalam menghadapi berbagai persoalan, termasuk saat merespons masalah pada masa-masa paling krusial selama musim haji.
“Inovasi kan banyak, tergantung dengan petugas yang bersangkutan. Karena tergantung dengan kondisi yang dihadapi. Contoh umpamanya kalau ada jamaah sakit kalau tidak ada alat bagaimana inovasinya agar jamaah itu bisa tertolong. Jadi inovasi itu akan muncul dari individu yang bersangkutan sesuai dengan pengalaman dan ilmu yang dia miliki,” katanya.
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019