Washington (ANTARA News) - Indonesia melihat konferensi soal Timur Tengah yang baru saja berakhir di Annapolis, Maryland, AS, tidak akan dapat menghasilkan perjanjian perdamaian final dalam waktu dekat namun pada saat yang sama Indonesia menyambut baik kesepakatan PM Israel Ehud Olmert dan Presiden Palestina Mahmud Abbas untuk meneruskan proses negosiasi dalam upaya penyelesaian konflik Israel-Palestina. "Kita tidak dapat memastikan bahwa guliran proses dalam satu tahun ke depan ini akan betul-betul menghasilkan satu `final peace agreement`... Sejak awal saya katakan bahwa jangan diharap dari satu pertemuan di Annapolis kemudian para pihak mampu menyelesaikan. Tidak mungkin," kata Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda di Washington DC, Rabu. Ia menjawab pertanyaan saat berbicara kepada para wartawan Indonesia tentang hasil Konferensi Annapolis pada Selasa (27/11) yang dihadirinya bersama-sama para pejabat tinggi dan pemimpin sekitar 50 negara dan organisasi. Konferensi itu sendiri menghasilkan kesepakatan akan digulirkannya proses selama satu tahun --akan berakhir pada Desember 2008-- bagi penyelesaian konflik di Timur Tengah secara menyeluruh, antara lain dengan dibentuknya komite pengarah yang digawangi Presiden AS George W Bush, PM Ehud Olmert, dan Presiden Mahmud Abbas. Konferensi juga antara lain menyepakati pengguliran proses negosiasi langsung antara Israel dan Palestina setiap dua minggu sekali --dengan AS akan bertindak sebagai wasit. Hassan menyebut masih adanya situasi yang belum kondusif setidaknya pada tiga pihak yang terlibat langsung dalam upaya tercapainya perjanjian final perdamaian, yaitu Palestina, Israel, dan Amerika Serikat. "Palestina yang terpecah, pemerintahan Olmert yang lemah --karena koalisinya yang lemah, dan pemerintah AS yang menghadapi satu tahun terakhir masa pemerintahan Bush," ujarnya. "Tapi bukan tidak mungkin juga karena faktor kelemahan masing-masing, lalu mereka mengupayakan secara kuat keberhasilan proses ini (negosiasi Israel-Palestina, red) sehingga menguatkan proses mereka di dalam negeri masing-masing," katanya cepat-cepat menambahkan. Di tengah suara-suara pesimis yang dilontarkan beberapa pihak, termasuk oleh Presiden Iran Ahmadinejad terhadap hasil Konferensi Annapolis, Indonesia seperti yang diungkapkan Menlu, bagaimanapun tetap melihat bahwa pertemuan akbar itu telah menelurkan hasil yang positif. "Pandangan kita realistis. Kalau melalui Konferensi Annapolis ini bisa digulirkan suatu proses negosiasi, itu sudah hasil positif, hasil yang bisa dihargai. Mengapa, karena kita tahu guliran proses perdamaian Palestina-Israel lebih lagi konflik Timur Tengah secara komprehensif, tidak terjadi selama tujuh tahun terakhir ini," kata Hassan. Upaya menghidupkan kembali proses damai seperti yang tercipta dari Konferensi Annapolis menurut Indonesia melahirkan harapan baru, karena melalui konferensi tersebut Israel tidak hanya mau meneruskan negosiasi untuk masalah Palestina, melainkan juga untuk konflik Israel-Suriah dan Israel-Lebanon. Tentang apakah Indonesia percaya AS akan bisa menjadi `wasit` yang adil dalam memonitor pelaksanaan pelaksanaan jalan menuju solusi konflik yang nantinya akan dilakukan Israel dan Palestina, Menlu tidak menjawab secara tegas dan mengatakan, "Mudahan-mudahan bisa begitu."(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007