Karachi (ANTARA News) - Mantan Perdana Menteri (PM) Pakistan, Benazir Bhutto, pada Rabu menyambut undur diri Presiden Pervez Musharraf dari tentara, tapi mengatakan bahwa tak terburu-buru menerimanya sebagai pemimpin sipil. "Kami menyambut Presiden Pervez Musharraf melepaskan seragamnya dan meninggalkan tentara sebagai salah satu tuntutan pokok kami," kata Bhutto kepada wartawan di kubunya di Karachi. "Kami tidak tergesa-gesa menerima Pervez Musharraf sebagai presiden sipil. Kami akan mengambil keputusan apa pun untuk itu setelah pertimbangan terinci dalam memandang semua hal," katanya, seperti dikutip AFP. Musharraf, yang memberlakukan keadaan darurat pada 3 November, mundur dari pemimpin tentara dalam upacara lengkap ketentaraan pada Rabu pagi, menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada pangganti tunjukannya, Gemeral Ashfaq Kiyani. Itu terjadi akibat tekanan keras antarbangsa untuk mengahiri delapan tahun kekuasaan tentara sejak merebut pemerintahan dalam kup tak berdarah pada 1999. Musharraf akan mengangkat sumpah baru pada Kamis untuk menjadi presiden sipil untuk masa lima tahun lagi. Bhutto, yang memimpin partai terbesar lawan Pakistan, menyatakan undur dirinya itu berarti seseorang tidak lagi memegang dua jabatan. Ia menyatakan tentara juga akan beruntung dengan memunyai panglima, yang bisa mengabdikan diri penuh pada angkatan bersenjata. Bhutto menyatakan belum memutuskan apakah akan memboikot pemilihan umum 8 Januari dan kembali mengulurkan tawaran pembicaraan dengan Nawaz Sharif, pemimpin lawan lain dan mantan dua kali perdana menteri, untuk membahas siasat. Bhutto secara luas diyakini mengarahkan partainya ikut dalam pemilihan umum itu, dengan awal minggu ini menyatakan tidak mau membiarkan bidang tersebut kosong. Jika demikian, itu mungkin memaksa Sharif mengambil bagian juga, kata pengamat. Musharraf hari Rabu dikabarkan akan mencabut keadaan darurat sebelum pemilihan umum Januari, tapi masih mempertimbangkan kemungkinannya, kata pejabat tinggi. Pernyataan itu disiarkan televisi Dawn News, yang mengutip sumber tidak disebut namanya, yang melaporkan bahwa Musharraf akan mengahiri keadaan darurat dalam 48 jam. "Presiden masih mempertimbangkan pilihan itu," kata pejabat tinggi pemerintah kepada kantor berita Prancis AFP tanpa bersedia disebut namanya. "Ia mengisyaratkan kepada pembantunya bahwa ia ingin mencabut keadaan darurat sebelum pemilihan umum, tapi belum memutuskan kapan akan dilakukannya," kata pejabat tersebut. Jurubicara kepresidenan Rashid Qureshi menyatakan Musharraf akan menyampaikan pidato televisi pada Kamis malam, tapi tidak merinci tentang yang akan dikatakannya. "Ia akan menyampaikan pidato kenegaraan besok malam sebagai presiden sipil setelah dilantik," kata Qureshi kepada AFP. Jaksa Agung Malik Muhammad Qayyum menyatakan tidak tahu tentang rencana mengahiri keadaan darurat dan pemulihan undang-undang dasar tersebut. "Tidak ada usul bagi pencabutan keadaan darurat dan tidak ada berita tentang itu sepengetahuan saya," kata Qayyam kepada AFP. "Keadaan darurat akan dicabut lebih awal, tapi karena ada ledakan bom di Rawalpindi dan kota lain, tindakan itu ditunda," katanya mengacu pada dua serangan jibaku pada Sabtu di Rawalpindi, yang menewaskan sedikit-dikitnya 18 orang. Pemerintah Pakistan sudah membebaskan 5.748 pengacara, pekerja politik dan pegiat hak asasi, yang ditangkap di bawah undang-undang darurat, dengan hanya 37 tersisa di balik jeruji, kata kementrian dalam negeri hari Selasa. Tahanan itu ditangkap dalam penumpasan sesudah Presiden Pervez Musharraf menyatakan keadaan darurat pada 3 November dengan menyebut pengadilan kusut dan peningkatan kegiatan Islamiah. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007