Seoul (ANTARA News) - Para pemimpin pertahanan Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) pada Rabu menyelenggarakan perundingan dua hari untuk membuka jalan bahwa proyek-proyek rekonsiliasi, tetapi sengketa menyangkut perbatasan laut mereka menghambat kemajuan, kata laporan-laporan media dari Pyongyang. "Perbedaan-perbedaan pendapat(antara kedua pihak) tetap lebar," kata Menteri Pertahanan Korsel Kim Jang Soo yang dikutip AFP. "Saya tidak ingin pulang dengan tangan kosong besok. Saya mengharapkan perbedaan-perbedaan itu semakin menyempit." Rekan Korutnya Kim Il Choi menyerukan usaha-usaha bersama oleh kedua Korea untuk menggantikan perjanjian gencatan senjata yang mengakhiri perang Korea 1950-1953 dengan perjanjian perdamaian. "Pertama-tama, kedua pihak harus melakukan usaha bersama untuk mengakhiri kebijakan AS yang bermusuhan terhadap Korut," kata pihak Korut. "Korut menentang setiap tindakan perang atau perilaku yang bermusuhan dan akan mematuhi kewajiban-kewajibannya untuk tidak melakukan agresi," katanya. "Pertikaian harus diselesaikan secara damai, tidak melalui penggunaan kekuatan militer." Pertemuan para menteri pertahanan itu adalah yang kedua dalam sejarah kedua negara itu menyusul yang pertama tahun 2000. Pertemuan itu bertujuan untuk membicarakan upaya-upaya untuk meredakan ketegangan guna membuka jalan bagi proyek-proyek rekonsiliasi bernilai miliaran dolar termasuk pelayanan kereta api lintas perbatasan. Para pemimpin Korsel dan Korut dalam satu KTT Oktober lalu menyetujui berbagai proyek perdamaian dan rekonsiliasi, dan perdana menteri dari kedua negara menyusun rencana-rencana yang lebih rinci bulan ini. Perdana menteri dari kedua negara sepakat untuk mulai mewujudkan satu daerah penangkapan ikan bersama di Laut Kuning dalam pertengahan pertama tahun depan untuk mencegah terulang kembali bentrokan laut yang berdarah di sekitar perbatasan yang disengketakan tahun 1999 dan 2002. Daerah penangkapan ikan itu akan merupakan satu "zona damai" yang akan meliputi satu zona ekonomi bersama di sekitar pangkalan angkatan laut Korut dan pelabuhan Haeju. Tetapi perundingan-perundingan pertahanan segera mengalami hambatan menyangkut perbatasan itu yang dikenal Garis Perbatasan Utara (NLL), yang ditetapkan secara sepihak oleh PBB yang dipimpin AS tahun 1953 setelah perang itu. Korut, Selasa menyerukan daerah penangkapan ikan itu diwujudkan selatan NLL , yang ia tolak akui. Korsel mengatakan daerah-daerah harus diwujudkan di kedua pihak. Korut mengusulkan masalah-masalah itu ditangani oleh komite-komite militer gabungan yang tidak pernah bertemu sejak pertengahan tahun 1990-an. Perundingan-perundingan militer tingkat lebih rendah sebelumnya macet karena pertikaian menyangkut perbatasan laut itu. Pyongyang mengatakan penyelesaian adalah unsur penting untuk membangun kepercayaan dan meredakan ketegangan. Satu proyek penting lainnya yang disepakati oleh perdana menteri kedua negara adalah pemulihan pelayanan kereta api lintas perbatasan pada 11 Desember, untuk pertama kali dalam lebih dari setengah abad. Para menteri pertahanan juga membicarakan jaminan-jaminan keamanan militer bagi pelayanan kereta api melintasi perbatasan yang dijaga ketat itu. Korsel mengatakan perjanjian perdamaian baru dengan Korut akan menjadi kenyataan setelah proses yang sedang berjalan sekarang untuk mengakhiri program senjata nuklir Korut rampung. Berdasarkan tahapan-tahapan denuklirisasi sekarang , Korut setuju membongkar fasilitas-fasilitas nuklir dan mengumumkan daftar lengkap program nuklir pada akhir tahun ini dengan imbalan bantuan energi besar. Kegiatan pembongkaran dimulai di Yongbyon awal Nopember, 13 bulan setelah Pyongyang mengejutkan dunia dengan ujicoba nuklir pertamanya. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007