Jakarta (ANTARA) - Jaksa senior Chuck Suryosumpeno dinilai dibutuhkan dalam penyelamatan aset negara dari tunggakan aset koruptor senilai Rp9,2 triliun dan mengembalikan fungsi Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung lebih optimal.
"Pasca dikriminalisasinya jaksa Chuck Suryosumpeno, kinerja PPA makin seperti jalan di tempat," kata pengamat kejaksaan Yanuar Wijanarko dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Data terbaru Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut nilai kerugian negara akibat korupsi di Indonesia sepanjang 2018 mencapai Rp9,2 triliun.
Sementara saat Chuck menjabat Kepala PPA, kaya Yanuar, kejaksaan berhasil berkontribusi menyelamatkan aset negara sebesar Rp3,5 triliun hanya dalam kurun waktu dua tahun.
Menurut Yanuar, mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku tersebut pernah berjanji pada 2015 dapat mengoptimalkan pengembalian aset dengan mengembalikan kerugian negara sebanyak Rp10 triliun.
Janji Chuck itu diperkirakannya dapat terwujud asal para pejabat tinggi insan Adhyaksa mempunyai visi misi yang sama dalam penegakan hukum di Indonesia serta memiliki tujuan membuat jera para koruptor dengan pengembalian aset negara.
Ia berharap pejabat kejaksaan bukan justru menjadi oknum yang bermain dengan aset-aset para koruptor sehingga sulit dilakukan pengembalian aset.
"Dibutuhkan political will untuk persoalan penyelamatan aset ini. Jika ditanya cara untuk mendapatkan uang Rp9,2 triliun yang dicuri koruptor tersebut, ya Chuck Suryosumpeno jawabannya," kata Yanuar.
Sementara itu, data kerugian negara yang belum disetor ke negara tersebut berdasarkan data putusan perkara korupsi yang dikeluarkan oleh pengadilan di tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi, serta Mahkamah Agung.
Dari kerugian negara sebesar Rp9,2 triliun akibat korupsi, pengembalian kerugian tersebut baru sebesar 8,7 persen saja, lewat pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp805,064 miliar dan 3,01 juta dolar AS.
Baca juga: Komisi Kejaksaan persilakan jaksa senior Chuck ajukan aduan
Baca juga: Penetapan Chuck Suryosumpeno sebagai tersangka dinilai aneh
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019