Jakarta (ANTARA News) - Dua pandangan berbeda mengenai keberadaan unsur jaksa dan polisi dalam calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007-2011, berkembang di Komisi III DPR RI.
Dua kelompok pandangan dimaksud adalah kelompok yang menginginkan jaksa, polisi, dan advokat harus ada dalam unsur pimpinan KPK, dan satu kelompok lain tidak menginginkan jaksa dan polisi masuk dalam unsur pimpinan KPK, kata anggota Komisi III, Gayus Lumbuun, saat ditemui di Gedung Mahkamah Agung (MA) di Jakarta, Rabu.
"Ada yang berpandangan dari Komisi III harus ada polisi yang biasa menyelidiki, jaksa yang biasa di penuntutan. Jadi kalau lengkap, termasuk advokat, itu sinergis," tuturnya.
Tetapi ada satu kelompok lagi, lanjut dia, yang justru menginginkan pimpinan KPK bersih dari unsur jaksa dan polisi.
"Karena kami ingin KPK yang baru. Ini memang masih pro dan kontra," ujarnya.
Komisi III, menurut dia, tidak akan sampai pada keputusan untuk memilih satu di antara dua pandangan berbeda itu.
Keputusan untuk memilih, kata dia, berpulang pada masing-masing anggota Komisi III.
"Bagi kita, dua pandangan tadi itu tidak akan menjadi putusan forum, tetapi akan jadi pegangan masing-masing anggota," jelasnya.
Secara pribadi, lanjut Gayus, ia tidak dalam posisi memilih di antara kontradiksi dua pandangan tersebut.
"Saya lebih pada ingin orang yang kredibel, yang bisa penuhi perannya," ujar politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
Pada 3 hingga 5 Desember 2007, Komisi III akan menggelar uji kelayakan terhadap sepuluh calon pimpinan KPK yang diajukan oleh panitia seleksi.
Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) telah menyatakan penolakan terhadap calon dari unsur jaksa dan polisi karena dianggap bermasalah.
Selama unsur jaksa dan polisi masih ada dalam pimpinan KPK, KPP berkeyakinan, KPK tidak akan berani mengungkap korupsi di dalam tubuh dua lembaga penegak hukum itu.
UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK tidak mengatur bahwa unsur pimpinan KPK harus meliputi jaksa dan polisi.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007