Jakarta (ANTARA) - Untuk menarik minat investor melirik potensi Indonesia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2006 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Data yang Diperoleh dari Survei Umum, Eksplorasi, dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi agar bisa diakses.

"Dulu paradigmanya, data itu untuk PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), nilainya cuma 1 juta dolar As setahun, kecil. Sementara kalau kita tujuannya bukan untuk PNBP," ujar Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar pada Public Hearing terakhir terkait revisi Peraturan Menteri tersebut di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin.

Revisi Peraturan Menteri ini dilakukan untuk mengubah paradigma pengelolaan dan pemanfaatan data di hulu migas.

Arcandra memaparkan Kementerian ESDM memiliki kebijakan jangka pendek, menengah, dan jangka panjang untuk mendorong kegiatan hulu migas. Kebijakan jangka pendeknya adalah terbuka untuk semua teknologi yang dapat meningkatkan produksi migas seperti fracturing, dan sebagainya, seluruh lapangan produksi.

Untuk jangka menengah adalah mendorong penggunaan teknologi EOR di lapangan-lapangan migas potensial. Sementara untuk jangka panjang adalah terkait penggunaan dana Komitmen Kerja Pasti (KKP) dan Komitmen Pasti (KP) untuk meningkatkan kegiatan eksplorasi pada Wilayah Kerja dan Area Terbuka.

Arcandra menjelaskan ada empat perubahan mendasar pada revisi Permen ESDM No 27 Tahun 2006, yakni sifat data, klasifikasi data, akses data, dan amnesti data. Seperti yang dipaparkan Arcandra, sifat data dibagi menjadi data terbuka dan data rahasia.

"Data terbuka, termasuk data umum, data dasar, data olahan, dan data interpretasi yang telah melewati masa kerahasiaan, jadi semua data yang telah melewati masa kerahasiaan itu free access. Sedangkan data yang masih dalam kerahasiaan, yakni data olahan, data interpretasi, dan data dalam sebuah kontrak, data yang dimiliki KKKS, yang masuk dalam kontrak 4 tahun data dasar, 6 tahun data olahan, dan 8 tahun data interpretasi," jelasnya.

Sementara dari klasifikasi data, data dibagi menjadi data yang dimiliki negara dan data yang terikat dalam sebuah perjanjian. Data yang dimiliki negara, imbuh Arcandra, dibagi lagi menjadi data umum dan data dasar yang bisa diakses secara gratis oleh semua pihak yang berkepentingan, serta data olahan dan data interpretasi, yang merupakan data berbayar, hanya dapat diakses oleh anggota.

Sementara untuk data yang terikat dalam sebuah perjanjian, terdiri dari data survey umum, data joint study, data milik KKKS, dan data pelaksanaan KKP di wilayah terbuka.

Arcandra pun menjelaskan bahwa akses data hanya dibagi menjadi dua, yakni klasifikasi anggota dan non-anggota, yang akan mendapatkan manfaat lebih untuk anggota.

"Untuk anggota, akses penuh seluruh data yang tidak bersifat rahasia, sedangkan non-anggota dapat mengakses data umum dan data dasar yang terbuka atau telah melewati masa kerahasiaan. Semua dapat mengakses semua data akuisisi. Tujuannya apa, kalau nanti melaksanakan mengolah data geologi dan geofisis (GnG), tujuannya itu dalam mengolah data bukan lagi block basis, tetapi basin basis, karena sebelah-sebelahnya akan terbuka. Kalau bukan data rahasia, akan diberikan akses data dasarnya. Bagi anggota akan mendapatkan data dasar, data olahan, dan data interpretasi," ungkap Arcandra.

Terkait data amnesti, Arcandra menyampaikan bahwa hingga saat ini masih banyak data migas yang belum diserahkan ke negara. "Banyak data yang belum dikembalikan ke negara, maka kita kasih amnesti. Semua data, baik yang di dalam negeri, maupun luar negeri, yang belum dilaporkan ke negara kita kasih waktu untuk mengembalikan data ke negara. Kalau tidak mengembalikan dalam jangka waktu tertentu, akan berhadapan dengan masalah hukum," tegas Arcandra.

Dalam revisi Peraturan Menteri tersebut, untuk amnesti data, KKKS atau pihak lain yang menguasai data wajib melaporkan kepada Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian ESDM paling lambat 3 bulan sejak berlakukan Permen tersebut. Sementara data harus diserahkan kepada Pusdatin Kementerian ESDM paling lambat 1 tahun sejak pelaporan data tersebut.

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019