Ambon (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Triyono Haryanto mengingatkan SU alias Sahran dan MD alias Duila, dua tersangka kasus dugaan korupsi dana Water Front City Namlea, Kabupaten Buru, untuk menyerahkan diri secara sukarela tanpa harus dijemput paksa.

"Ada empat tersangka kasus WFC Namlea yang sementara ini ditangani, dan baru dua orang yang memenuhi panggilan jaksa masing-masing Ny SJ dan MD sedangkan SU dan MRP belum hadir tanpa ada alasan jelas," katanya di Ambon, Senin.

Tersangka SJ adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek tersebut, sedangkan MR berperan sebagai konsultan pengawas dalam proyek WFC Namlea tahun anggaran 2015 dan 2016 yang menimbulkan kerugian keuangan negara lebih dari Rp6 miliar.

Tersangka SU merupakan anggota DPRD Kabupaten Buru,  sebagai kontraktor dalam proyek tersebut, sedangkan rekannya MRP adalah Direktur PT Aego Media Pratama.

Dalam  beberapa hari ini jaksa akan memanggil kembali kedua tersangka dan diharapkan menyerahkan diri dengan sadar dan tidak perlu dikejar-kejar jaksa.

Menurut Kajati, semua akan diselesaikan secara hukum, jadi tolong yang tidak hadir memenuhi panggilan jaksa hari ini, segera melaporkan diri, jangan tunggu dilakukan panggilan kedua dan ketiga sampai ada upaya paksa.

"Kalau sampai dua sampai tiga kali tidak memenuhi panggilan terpaksa saya tangkap. Jadi, dengan segala hormat dua tersangka yang belum hadir bisa datang dengan kesadaran sendiri," tegasnya.

Ia mengatakan, ini baru panggilan pertama dan mungkin ada kesibukan, tetapi untuk penggilan kedua harus hadir sendiri, dan meskipun tersangka SU masih berstatus anggota DPRD Kabupaten Buru,  tidak diperlukan lagi  izin gubernur.

"Semuanya akan diselesaikan dan tidak ada yang disembunyikan. Jadi tolong rekan-rekan wartawan sama-sama memantaunya," ujarnya.

Untuk diketahui, SU adalah pemilik proyek WFC Namlea tahun anggaran 2015 senilai Rp4,911 miliar lebih. Dia tidak secara langsung menggarapnya, tapi menggunakan bendera PT AMP milik tersangka MRP, yang menangani proyek dengan sumber anggaran dari APBN.

Alamat perusahaan tersebut sebenarnya ada di Masohi, ibu kota Kabupaten Maluku Tengah, dan tersangka SU menggunakan jasa MD sebagai pengawas lapangan agar tidak terbaca oleh publik. Namun sampai akhir tahun anggaran 2015 dan dilanjutkan 2016, proyek itu tidak pernah rampung.

 

Pewarta: Daniel Leonard
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019