Jakarta (ANTARA News) - Mensesneg Hatta Radjasa mengatakan pemerintah dan DPR berkomitmen mempercepat pembahasan dan penyelesaian RUU tentang Penyitaan Aset, sebagai landasan hukum menindaklanjuti keputusan hukum tetap (inkraht) pengadilan atas aset para koruptor. "Kita harapkan cepat selesai, karena selama ini tidak ada landasan hukum yang kuat untuk menyita, merampas atau membekukan aset para tersangka tindak korupsi," kata Hatta Radjasa, usai memimpin gerakan tanam dan pelihara pohon di lingkungan Istana Negara, Jakarta, Rabu. Menurut Hatta, RUU tentang Perampasan Aset merupakan salah satu dari 50 RUU yang akan dibahas di DPR selama tahun 2008. Dijelaskannya, banyak sekali putusan-putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, namun saat hendak merampas aset sulit diambil, atau sulit diamankan, atau bahkan sudah hilang. Lebih lanjut dikatakan, percepatan penetapan RUU Perampasan Aset merupakan bagian dari upaya pemerintah Indonesia mengikuti standar internasional tentang pemberantasan korupsi, dan ratifikasi Konvesnsi PBB Anti Korupsi (The UN Convention Against Corruption/UNCAC) tahun 2003. Hal ini juga tindak lanjut dari program UNCAC melalui Bank Dunia yaitu Prakarsa Pengembalian Aset Curian (Stolen Asset Recovery/StAR Initiative) menyangkut pengembalian aset, khususnya dalam hal melacak, membekukan dan mengembalikan aset yang berada di luar wilayah yurisdiksinya. Sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendesak DPR agar segera mengesahkan RUU Perampasan Aset tahun 2008. "Sering kali aset negara dikorupsi besar-besaran, aset diambil dalam jumlah besar, pelaku diproses secara hukum, diadili, dihukum bersalah tetapi aset sulit kembali," katanya. Untuk itu harus ada mekanisme sebelum putusan pengadilan dijatuhkan, kalau perlu dilakukan penyitaan aset. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007