Jakarta (ANTARA News) - Air pasang di pesisir utara Jawa dan timur Sumatera terjadi akibat purnama maksimum dan badai tropis Aagibis di utara Kalimantan yang saat ini sudah memasuki perairan Filipina, dan gelombang Kelvin. "Badai ini muncul di titik 10 LU (Lintang Utara) di laut China Selatan dan sekarang sudah ada di titik 15 LU dengan kecepatan 60 knots atau 110 km per jam," kata Pakar Kelautan dari BPPT, Dr Wahyu W Pandoe, di Jakarta, Selasa. Radius putaran badai ini, lanjut dia, mencapai puluhan hingga ratusan kilometer dan mendorong massa air ke selatan menyebabkan gelombang pasang yang tinggi di pantai utara Jawa. Selain badai tropis Aagibis, juga ada badai Mitag di Taiwan, tepatnya di sekitar 20 LU, dan badai Lii di sebelah timur Afrika, namun keduanya kecil pengaruhnya terhadap muka air laut Indonesia. Pergerakan udara atau angin, ujarnya, akibat gradien tekanan udara di daerah tropis yang sangat ekstrem dan berkaitan dengan perubahan musim yang menjadikan kondisi udara tidak stabil. Sedangkan Manajer Lab Teknologi Sistem Kebumian dan Mitigasi Bencana BPPT Dr Fadli Syamsudin mengatakan, gelombang Kelvin juga sangat mempengaruhi terjadinya pasang ekstrem kali ini. "Kelvin muncul disebabkan pergantian musim di mana saat itu angin melemah lalu berganti arah. Tiupan berupa energi itu kemudian menjalar sepanjang ekuator, bermula dari titik 65 Bujur Timur di Samudera Hindia," katanya. Gelombang Kelvin yang biasa terjadi pada Mei-Juni dan November-Desember itu, menurut dia, memerlukan waktu menjalar hingga satu bulan menuju ke barat Sumatera, ke selatan Jawa dan masuk melalui selat Sunda dan selat Lombok menuju pantai utara Jawa, katanya. Kelvin berbeda dengan badai tropis yang bersifat situasional dan muncul karena adanya tekanan rendah di perairan yang suhunya lebih tinggi dan menarik udara bertekanan tinggi di sekitarnya, katanya. Sementara itu, Peneliti pada Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa dari LAPAN Dr Thomas Djamaluddin menambahkan, selain pasang harian yang terjadi dua kali sehari karena rotasi bumi, pasang ekstrem juga dipengaruhi pasang maksimum yang terjadi sebulan dua kali selama sekitar tiga hari. "Terjadinya pada saat bulan purnama dan bulan baru. Purnama terjadi sejak kemarin (16 Dzulqaidah) hingga dua hari berikutnya di mana posisi bulan dan matahari segaris," katanya dan menambahkan bahwa yang menyebabkan pasang adalah posisi searah atau berlawanan arah dengan bulan. Pasang yang saat ini melanda banyak pesisir, katanya, bisa juga dipengaruhi berbagai kondisi lainnya seperti badai tropis dan juga alun atau "swell".(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007