Jakarta (ANTARA News) - Pidato politik Ketua Umum Partai Golkar M Jusuf Kalla pada penutupan Rapimnas Golkar di Jakarta, Minggu (25/11) malam menuai kecaman karena dianggap tidak serius dalam berdemokrasi. Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid menyampaikan kecaman hal tersebut dalam diskusi "Geliat Politik Kaum Muda dan Melemahnya Gairah Perubahan Kaum Tua" di kantor Kontras, Jakarta, Selasa. "Kesimpulan rapim Golkar sepertinya perlu kita sikapi bersama, karena ada kesan kuat bahwa pernyataan Jusuf Kalla berniat meninggalkan jalan demokrasi dan lebih memilih jalan kesejahteraan tanpa demokrasi. Sikap itu inkonstitusional karena UUD 1945 telah menganut demokrasi," kata Usman. Dalam pidato politiknya, Jusuf Kalla menyatakan bahwa demokrasi hanyalah cara, alat, atau proses, dan bukan tujuan, sehingga bisa dinomorduakan di bawah tujuan utama peningkatan dan pencapaian kesejahteraan rakyat. Karena demokrasi dengan segala turunannya, termasuk pemilihan umum, adalah "sekadar" cara, Kalla menyerukan dilakukannya evaluasi agar tidak keluar dari tujuan dan juga menyerukan adanya efisiensi dalam pelaksanaan Pemilu. Usman menilai dalam pernyataan Kalla itu memuat aroma Orde Baru (Orba) dimana jargon yang digunakan para ekonom tahun 60-an dan 70-an itu digunakan Orba untuk menegakkan kekuasaan otoriter dengan Golkar plus tentara sebagai pilar politiknya. "Pernyataan Kalla soal `demokrasi bias dinomorduakan` itu menunjukkan sikap main-main dengan demokrasi. Dulu Kalla bisa sampai di kekuasaan dengan kendaraan demokrasi, setelah berkuasa, justru menampakkan kesejatiannya yang tidak mempercayai demokrasi," kata Usman. Lebih jauh, Usman menyebut wacana stabilitas politik yang kembali dicetuskan Golkar itu sangat dipengaruhi oleh tulisan Huntington tentang "Political Order in the Changing Societies". "Ia memang menyatakan bahwa di negara-negara baru, stabilitas sangat penting demi pencapaian kesejahteraan. Masalahnya, yang dimaksud Huntington sebenarnya adalah stabilitas dalam pengertian institusionalisasi proses-proses politik pelembagaan demokrasi dan fungsi-fungsinya. Dan itu adalah esensi demokrasi," papar Usman. Pentingnya demokrasi di Indonesia, disebut Usman karena masyarakat yang heterogen dan multikultur di Indonesia membutuhkan demokrasi agar sebanyak mungkin kelompok merasa terwakili. "Tanpa demokrasi, alternatif untuk menyatukan heterogenitas itu cuma autoritarianisme," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007