Depok, (ANTARA News) - Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI), Boni Hargens menilai ide dibentuknya parlemen interim terlalu prematur dan tidak tepat konteks.
"Kita tidak sedang uji-coba berdemokrasi, tapi bagaimana menguatkan demokratisasi yang sudah berlangsung," katanya, di Depok, Jumat.
Usul pembentukkan Parlemen Interim digagas oleh Ketua Komite Persiapan Parlemen Interim (KPPI), Guspiabri Sumowigeno.
Menurut Guspi perlu jaring pengaman politik untuk mengantisipasi pemberlakuan parliamentary threshold (PT) pada Pemilihan Umum 2009.
Pembentukan parlemen interim untuk menampung para calon anggota DPR yang memiliki suara signifikan seharga kursi DPR, tetapi tidak bisa duduk di parlemen karena partai politiknya tidak mencapai angka 2,5 persen perolehan suara nasional pemilu anggota DPR.
Boni mengatakan untuk konteks negara kita, parlemen interim ini hanya cermin ambisi partai-partai politik yang sadar tidak akan meraih PT 2,5 persen pada pemilu 2009.
"Ini manuver yang tidak sehat karena merusak sistem perwakilan yang ada," katanya.
Partai politik harus tunduk pada keputusan UU 10/2008 karena kita sedang mengupayakan penyederhanaan partai.
Dikatakannya masalah kita adalah bagaimana meningkatkan akuntabilitas para wakil yang ada di parlemen. Tidak perlu bentuk parlemen interim, cukup maksimalkan tanggungjawab 550 wakil yang berasal dari partai yang lolos PT 2,5 persen.
Boni menjelaskan parlemen interim di negara lain seperti Kanada, Nepal, Sri Langka, dibentuk dalam situasi spesial, misalnya ketika ketua parlemen ikut dalam pemilihan ketua umum partai atau ikut dalam pemilihan umum. Saat itulah dibentuk parlemen interim.(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009