Jakarta (ANTARA News) - PT Jasa Marga Tbk mengingatkan tindakan masyarakat menutup ruas tol sehingga mengganggu kepentingan umum akan menghambat investasi di sektor jalan tol. "Investor akan berfikir dua kali untuk melakukan investasi jalan tol di Indonesia karena tidak adanya kepastian hukum dan perlindungan usaha di bidang jalan tol," kata Sekretaris Perusahaan PT Jasa Marga Tbk, Okke Merlina, di Jakarta, Selasa. Okke mengatakan, jalan tol merupakan jalan umum milik pemerintah seperti jalan umum lainnya, sehingga kalau masyarakat menutup jalan tersebut berarti telah melanggar undang-undang (UU No. 38 tahun 2004 tentang jalan) serta mengganggu kepentingan umum. "Masyarakat terhambat, arus barang dan jasa pun juga akan terhambat. Jalan-jalan alternatif di sekitar jalan tol juga akan semakin padat, bahkan macet total," ujarnya. Dengan demikian, kata Okke, secara tidak langsung penutupan jalan tol mengganggu program Pemerintah dalam pengembangan jaringan jalan. Sebagai contoh dalam kasus pengadaan lahan tol untuk Ruas Jakarta-Serpong ruas Ulujami-Pondok Aren, tepatnya di KM 1+200. Ruas ini sudah lima kali ditutup oleh keluarga Isa bin Baman yang menganggap berhak atas tanah di sekitar KM 1 + 200 tersebut. Padahal awalnya, di daerah tersebut terdapat lahan sengketa antara Dinas Kebersihan DKI dengan Ridi bin Kadir. Karena masih merupakan lahan sengketa, Jasa Marga telah menitipkan dana pembebasan lahannya di Pengadilan (konsinyasi) sebesar Rp 17,7 miliar sejak tahun 2002. Berdasarkan Keputusan Mahkamah Agung, Dinas Kebersihan diputuskan sebagai pihak yang berhak atas lahan tersebut. Pada tahun 2006, terbit peta baru yang berbeda dengan peta & daftar nominatif tahun 2002 yang merupakan dasar Jasa Marga dalam membayar lahan jalan tol melalui konsinyasi tersebut. Karena adanya perbedaan tersebut maka dilakukan pengukuran ulang pada September 2007. Hal ini untuk mengetahui posisi lahan Isa bin Baman yang terkena pembangunan jalan tol. Dari pengukuran ini ternyata peta tahun 2002 adalah yang benar dan tanah yang diklaim Isa bin Baman berada di atas lahan milik Dinas Kebersihan. Dalam hal ini, kata Okke, Jasa Marga jelas tidak mungkin melakukan pembayaran dua kali atas lahan yang sama. Dengan telah dibayarnya uang konsinyasi ke pengadilan oleh Jasa Marga pada tahun 2002 maka penetapan hak atas lahan tersebut hendaknya dapat diputuskan oleh pengadilan. Kasus ini, kata Okke, menunjukan pengadaan lahan saat ini masih menjadi kendala dalam pembangunan jalan tol, bahkan sampai jalan tol tersebut beroperasi. "Banyak masyarakat yang salah persepsi terhadap jalan tol. Mereka menganggap jalan tol adalah milik investor, padahal jalan tol adalah bagian dari jaringan jalan Pemerintah yang diinvestasikan dan dioperasikan oleh investor mengingat keterbatasan dana APBN," ujarnya. Maraknya penutupan ruas tol oleh sekelompok masyarakat yang mengklaim bahwa lahan mereka yang sudah dipergunakan untuk jalan tol namun belum dibayar sebenarnya tidak tepat sasaran dan sangat menggangu kepentingan publik. "Jalan Tol dapat dibangun apabila seluruh lahan telah dibayar, namun tidak tertutup kemungkinan muncul sengketa kepemilikan akibat tumpang tindihnya dokumentasi yang ada," ujar Okke. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007