Jakarta (ANTARA) - Andai solusi pemberantasan korupsi dipraktikkan seperti pentas "Para Pensiunan: 2049" dari Teater Gandrik, bisa jadi orang akan berpikir beberapa kali sebelum menggerogoti uang rakyat.

Dikisahkan pada 2049, hanya orang yang bebas korupsi yang bisa dikuburkan setelah meninggal.

Sebab, menurut Undang-Undang Pemberantasan Pelaku Korupsi, siapa pun yang mati wajib memiliki Surat Keterangan Kematian yang Baik (SKKB) agar bisa dikubur secara layak.

Dalam pentas yang naskahnya disadur Agus Noor dan Susilo Nugroho dari "Pensiunan" (1986) karya Heru Kesawa Murti, penonton tidak hanya mendapat suguhan adegan jenaka penuh guyonan yang mengundang tawa, tetapi juga horor.

Para koruptor dalam dunia "Para Pensiunan: 2049" tak cuma harus bertanggung jawab lewat hukuman di balik jeruji penjara, mereka harus "bermanfaat" bagi rakyat setelah meninggal.

Mayat-mayat koruptor agar tidak cuma jadi polusi bagi hidung karena baunya yang menyengat, bakal diolah jadi produk yang berguna seperti "punikjetor" alias pupuk organik jenazah koruptor.

Sebenarnya, buat keluarga koruptor adanya UU tersebut malah memudahkan. Daripada repot-repot menggelar pengajian atau upacara pemakaman, cukup gulingkan saja si mayat ke jalan di luar rumah, nanti ada tukang sampah yang akan mengambilnya.

Pentas "Para Pensiunan: 2049" dari Teater Gandrik (HO/ist)

Ngeri dengan situasi itu, jenazah Doorstot (Butet Kartaredjasa) sang pensiunan yang punya nama besar setelah berkuasa bertahun-tahun jadi ikut repot meski sudah wafat.

Kemahsyurannya sudah membuat dinas pariwisata mengeluarkan surat bahwa makamnya kelak bisa jadi tempat wisata religi, tapi hanya SKKB yang tidak dia miliki.

Doorstot bangkit lagi sebagai arwah gentayangan untuk mengurus sendiri SKKB karena dia ingin mati secara baik-baik dan tentunya terhormat.

Drama pencarian SKKB sang pensiunan melibatkan penjaga kubur yang berusaha bekerja secara jujur hingga juru doa di kuburan yang punya paket doa beragam harga lengkap dengan jumlah bidadari yang nanti menyertai.

Drama komedi Teater Gandrik jadi semakin menggelitik karena memasukkan banyak guyonan, celetukan dan sindiran mengenai isu-isu terhangat di dunia politik yang tak kalah lucu.

Pentas "Para Pensiunan: 2049" dari Teater Gandrik (HO/ist)

Pertunjukan "Para Pensiunan: 2049" digelar di Taman Budaya Yogyakarta pada 8-9 April 2019 dan 25-26 April 2019 di Ciputra Artpreneur Theater.

Tampil sebagai pemain yakni Butet Kartaredjasa, Susilo Nugroho, Jujuk Prabowo, Rulyani Isfihana, Sepnu Heryanto, Gunawan Maryanto, Citra Pratiwi, Feri Ludiyanto, Jamiatut Tarwiyah, Nunung Deni Puspitasari, Kusen Ali, M. Yusuf "Peci Miring", M. Arif "Broto" Wijayanto, Muhamad Ramdan, dan Akhmad Yusuf Pratama.

Bertindak sebagai tim kreatif yaitu Butet Kartaredjasa (pimpinan produksi) , Agus Noor, Susilo Nugroho, dan G. Djaduk Ferianto (sutradara).

Pementasan itu juga melibatkan para seniman Indonesia, antara lain Purwanto, Indra Gunawan, Sukoco, Sony Suprapto Beny Fuad Hermawan, Arie Senyanto (pemusik), Ong Hari Wahyu (penata artistik), Feri Ludiyanto (tim Ppoperti), G. Djaduk Ferianto, Rulyani Isfihana, Jamiatut Tarwiyah (penata kostum), Dwi Novianto (penata cahaya) dan Antonius Gendel (penata suara).

Baca juga: Teater Gandrik tampil di Yogyakarta dan Jakarta

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2019