Jakarta (ANTARA News) - Departemen Keuangan (Depkeu) mengakui bahwa perbaikan sistem administrasi keuangan negara membutuhkan kerja keras dan waktu panjang, sehingga mengubah status "disclaimer" (tanpa opini) dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dalam waktu segera cukup sulit dilakukan. "Kita itu ada 21.000 satuan kerja (satker), ya tahu sendiri pasti sangat susah, bisa jadi mereka tidak membelanjakan, tidak melaporkan, atau mereka sama sekali tidak tahu bagaimana membuat pelaporan," kata Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, Hekinus Manao, di Jakarta, Selasa. Dia mengatakan, laporan keuangan pemerintah kini sudah semakin baik, yang terlihat dari dana yang tidak dipertanggungjawabkan, yang dulu kita tangguhkan sudah banyak turun dari Rp3 triliun (pada LKPP 2004) tinggal menjadi Rp900 miliar (LKPP 2006), "Audit BPK 2006 sudah ada 4 KL (kementerian lembaga) yg wajar tanpa pengecualian atau 'clean', kemudian 38 KL wajar dengan pengacualian, hanya sekitar 20 KL yang 'disclaimer' dan 1 KL yang tidak wajar. Jadi kalau dilihat dari situ aja, pakai angka statistik saja, itu menunjukkan sebagian besar sudah tidak 'disclaimer' lagi," kata Hekinus. Menurut dia, "disclaimer" diberikan karena besarnya aset yang tidak mendapat status wajar. Sementara itu, Ketua Panitia Anggaran Komisi XI, Emir Moeis, mengemukakan bahwa jika LKPP masih mendapat status "disclaimer", maka pihaknya akan membatalkan pemberian tunjangan remunerasi dalam rangka reformasi birokrasi di Depkeu. "Di LKPP, kita lihat dari pelaksanaan keuangan negara memang masih lemah. SDM orang-orang keuangan masih rendah, padahal ada remunerasi. Kalau 2007 masih 'disclaimer', remunerasi dihapus saja. Kita kan ingin laporan keuangan berbasis kinerja," katanya menambahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007