Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memastikan terjadinya pelanggaran HAM terhadap korban lumpur Lapindo setelah menurunkan tim Pengungkapan Kasus Pelanggaran Lumpur Lapindo. Ketua Ad Hoc tim tersebut, Komisioner Komnas HAM Syafruddin Ngulma Simeulue menyatakan bahwa pelanggaran HAM telah terjadi terhadap korban lumpur Lapindo meskipun ia belum dapat menentukan apakah pelanggaran itu termasuk pelanggaran HAM berat atau ringan. "Fakta menunjukkan kalau mereka mengalami pelanggaran HAM misalnya dari tadinya punya rumah sekarang tidak punya rumah, dari punya pekerjaan menjadi tidak punya pekerjaan atau kehilangan hak atas budaya mereka," kata Syafruddin ketika ditemui di kantor Komnas HAM di Jakarta, Senin. Temuan lain dari tim yang membawa serta empat orang ahli, yakni ahli perminyakan, ahli geologi, pakar planologi serta ahli dari YLBHI itu juga mendapati temuan lain yang dianggap penting. Nasib kesembilan desa yang ikut menerima dampak lumpur Lapindo tersebut --antara lain Desa Kedung Cangkring, Besukih, Glagah Arum, Permisan, Siring Barat dan Gempol Sari-- akan dimasukkan juga dalam rekomendasi Komnas HAM yang diharapkan bisa selesai pada tanggal 10 Desember itu. "Desa Besukih adalah desa pertama diluar tanggul yang terkena dampak lumpur Lapindo, sejak 16 Agustus 2006 mereka sudah kena air lumpur. Desa itu letaknya dibawah tanggul, jika tanggul jebol atau terjadi hujan lebat, mereka adalah desa pertama yang mengalami banjir. Tapi BPLS tidak punya skenario penanggulangan bencana, dengan asumsi tanggul tidak akan jebol," papar Syafruddin. Ia menyatakan tidak dapat menyalahkan BPLS karena memang mandat mereka memang tidak mencakup kesembilan desa yang berbatasan langsung dengan daerah terdampak lumpur Lapindo, sehingga ada kemungkinan perubahan Perpres no.14/2007 akan dimasukkan dalam rekomendasi Komnas HAM yang akan memasukkan ganti rugi kepada kesembilan desa tersebut. "Sembilan desa ini harus diperhitungkan juga. Bahkan di Desa Besukih sekarang ditetapkan piket malam untuk mengantisipasi kegagalan tanggul, ini berarti hak asasi mereka yakni keamanan sudah terampas," kata Syafruddin. Setelah menentukan terjadinya pelanggaran HAM terhadap korban Lapindo, tugas tim pengungkapan kasus pelanggaran HAM lumpur Lapindo juga akan menentukan siapa-siapa yang bertanggungjawab terhadap pelanggaran tersebut dan jenis kompensasi apa yang akan diterima korban. Syafruddin bersikeras bahwa kasus pelanggaran HAM di Sidoarjo harus mendapatkan pertanggungjawaban, sehingga tim yang dipimpinnya itu akan merinci setiap pelanggaran yang terjadi dan jenis ganti rugi apa yang harus diberikan. "(Kasus lumpur Lapindo) Ini tidak mungkin tidak ada yang bertanggungjawab. Harus aja yang bertanggungjawab," demikian Syafruddin.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007