Jakarta (ANTARA News) - Laporan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution mengenai dugaan aliran dana BI ke DPR kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh praktisi hukum dinilai cacat hukum karena audit investigasi yang dilakukan BPK tanpa seizin DPR. Selain itu, hasil audit BPK itu juga tidak dilaporkan ke DPR, padahal sesuai UU BPK semua hasil audit harus dilaporkan terlebih dahulu ke DPR sebelum diberikan pada pihak lain. Pendapat ini disampaikan pakar hukum Maqdir Ismail dan anggota Komisi XI DPR RI Max Moein di Jakarta, Senin. "Ketua BPK telah melakukan pelecehan terhadap parlemen karena tidak memenuhi ketentuan yang ada, sehingga laporan yang diberikannya bisa menjadi cacat hukum," kata Maqdir. Sedangkan Max menilai BPK telah melakukan penyimpangan karena melakukan audit tanpa izin DPR dan menyerahkannya kepada pihak lain. "Hasil pemeriksaan BPK tentang BI hanya dapat diserahkan ke DPR. Penyerahan kepada pihak lain adalah penyimpangan," kata Max. Sebelumnya, auditor BPK Surachmin juga meragukan laporan yang diberikan Anwar pada KPK pada Nopember 2006, karena tidak diserahkan kepada DPR bersamaan dengan hasil audit keuangan BI tahun 2003. Sementara, jika itu bukan hasil audit BPK terhadap BI namun merupakan pemeriksaan pendalaman terhadap BI, maka hal itu perlu dipertanyakan karena tidak ada instruksi dari DPR yang diberikan kepada BPK untuk melakukan pendalaman mengenai temuan itu. "Laporan itu belum tentu hasil audit. Dan juga belum tentu itu ada dugaan tindak pidana korupsi. Dari apa yang dilaporkan itu, yang terlihat adalah penyalahgunaan wewenang di BI. Dan bukan tindakan yang bisa diduga tindak pidana korupsi," kata Surachmin. Dalam suratnya kepada KPK tertanggal 14 November 2006 mengenai dugaan adanya aliran dana BI ke anggota DPR RI dan praktisi hukum, Anwar menyertakan risalah rapat Dewan Gubernur pada 22 Juli 2003 yang menyetujui penarikan dana Rp100 miliar dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI). Dalam risalah itu Anwar membubuhkan tandatangan memberi persetujuan. "Saya tidak tahu motivasi Pak Anwar melaporkan temuan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hanya Pak Anwar yang tahu. Apalagi kalau dari dokumen yang beredar di masyarakat, Pak Anwar sebagai Deputi Gubernur Senior BI waktu itu juga terlibat. Jadi Pak Anwar juga harus bertanggungjawab," kata calon anggota KPK ini. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007