Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Amerika Serikat (AS) mendesak Indonesia, dalam hal ini Badan Karantina Pertanian, untuk memberikan izin masuk komoditas apel Washington yang selama ini dilarang karena negara bagian Washington tidak bebas penyakit lalat buah. Kepala Pusat Karantina Tumbuhan Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian, Suwanda di Jakarta, Senin mengatakan, dengan dibukanya izin impor apel Washington maka pihak AS juga akan mencabut penahanan atau automatic detention terhadap ekspor kakao Indonesia ke negara tersebut. "Mereka meminta agar apel Washington bisa masuk ke Indonesia tanpa melalui perlakuan karantina," katanya. Sebaliknya, tambahnya, Indonesia dalam pertemuan WTO beberapa waktu lalu meminta agar pemerintah AS juga mencabut larangan otomatis terhadap kakao dalam negeri. Kedua negara akhirnya mencapai kesepakatan bahwa AS akan memberikan pelatihan terhadap pihak karantina Indonesia sehingga nantinya kakao Indonesia bisa masuk ke negara tersebut. Sebaliknya, perlakuan karantina terhadap apel Washington yang akan masuk ke Indonesia bisa dilaksanakan di atas kapal dalam peti kemas berpendingin yang sudah ditentukan persyaratannya. Dikatakannya, selama ini AS menerapkan automatic detention terhadap kakao Indonesia dan harus mendapatkan perlakukan karantina di AS padahal komoditas perkebunan tersebut telah dilakukan prosedur karantina di dalam negeri. Awal tahun depan, tambahnya, pihak Departemen Pertanian AS akan mengunjungi tanah air untuk melihat perkebunan kakao di Sulawesi Selatan serta memberikan pelatihan bagi petugas karantina Indonesia bagaimana melakukan fumigasi terhadap kakao. Menyinggung pasar kakao Indonesia di AS, Suwanda mengatakan, meskipun Indonesia bukan satu-satunya eksportir kakao ke negara tersebut namun pasarnya cukup besar sehingga pihaknya selalu berupaya agar larangan otomatis itu dicabut. Mengenai kekuatiran masuknya lalat buah lewat apel Washington, dia mengatakan adanya jaminan bahwa perlakukan karantina di atas kapal tersebut lalat buah tidak akan bisa masuk. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007