Nganjuk, 26/11 (ANTARA) - Kantor Pariwisata, Budaya, Pemuda dan Olahraga (Parbupora) Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Senin, berhasil menggagalkan penjualan benda cagar budaya yang ditemukan warga di lahan milik Perum Perhutani Resor Pemangkuan Hutan (RPH) Pace.
Benda cagar budaya berupa tiga buah genta peninggalan di jaman Kolonial Belanda yang terbuat dari perunggu itu hendak dijual oleh penemunya, Katiranto, warga Dusun Sumbernongko, Desa Bajulan, Kecamatan Loceret, kepada seorang kolektor barang antik.
Rencana tersebut tercium staf Kantor Parbupora, Mardijo, yang kemudian berpura-pura menjadi seorang pembeli yang menawar lebih tinggi dengan cara ditukar sepeda motor keluaran terbaru.
Sayangnya, ketika Maridjo ke rumah Katiranto, ketiga benda bernilai sejarah itu sudah tidak ada. "Dia mengaku benda itu disimpan di rumah kakaknya di Kediri, tapi saya diberi jaminan, jika harga sudah oke, barang akan diberikan," kata Maridjo, mengenai benda yang ditemukan Katiranto beberapa hari menjelang lebaran itu.
Kemudian, Maridjo pun berkoordinasi dengan beberapa rekan kerjanya di Kantor Parbupora, pengelola Museum Anjuk Ladang, dan pihak Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan.
Katiranto sempat menolak memberikan benda kuno temuannya itu kepada pemerintah. Namun, ketika mendapat penjelasan dari petugas kepolisian setempat bahwa perbuatannya dapat dikenai sanksi hukuman penjara karena memanfaatkan benda peninggalan bersejarah untuk kepentingan pribadi, akhirnya Katiranto bersedia menyerahkannya.
Pemkab Nganjuk dan pihak BP3 Trowulan berjanji akan memberikan "uang lelah" kepada Katiranto yang menemukan benda tersebut di Petak 8 RPH Pace.
Arkeolog BP3 Trowulan, Wicaksono Dwi Nugroho mengatakan, satu dari tiga buah genta itu pecah lantaran terkena cangkul Katiranto saat menggali benda tersebut yang terkubur di dalam tanah.
Ia memperkirakan, genta tersebut dibuat pada saat pemerintahan kolonial berkuasa di negeri ini. "Namun, untuk memastikan berapa tahun usia benda ini, kami masih melakukan penelitian lebih lanjut," katanya.
Wicaksono menduga, ketiga genta itu digunakan untuk menandai waktu peribadatan bagi para pemeluk Hindu pada jaman penjajahan Belanda dahulu.
Mengenai proses hukum Katiranto, dia menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian, karena niatnya menjual benda cagar budaya telah melanggar Undang-undang nomor 5 tahun 1992 dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Ketiga genta itu kini disimpan di Museum Anjuk Ladang untuk menambah koleksi benda-benda pusaka dan benda bersejarah lainnya. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007