Malang, Jawa TImur (ANTARA) - Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang menjadi destinasi favorit bagi para wisatawan dari dalam maupun luar negeri.

Kota yang penuh dengan keunikan budaya tersebut masih mampu menghadirkan daya tarik tersendiri.

Salah satu titik yang menjadi magnet bagi para wisatawan saat menikmati liburan di Yogyakarta adalah Jalan Malioboro. Jalan poros yang membentang dari Monumen Tugu Yogyakarta hingga Kantor Pos Yogyakarta itu merupakan urat nadi pertumbuhan sektor pariwisata.

Rasanya, para wisatawan akan beranggapan belum mengunjungi Yogyakarta apabila tidak mampir atau sekadar melewati Jalan Malioboro itu. Jalan Malioboro, menjadi salah satu ikon wisata Yogyakarta, yang berpadu dengan kekentalan budaya setempat.

Bergerak kurang lebih 360 kilometer ke arah timur, menuju Jawa Timur, Kota Malang juga dinobatkan sebagai salah satu destinasi wisata unggulan. Kota Malang, memiliki nasib yang berbeda dengan tetangganya yakni Kota Batu dan Kabupaten Malang, yang memiliki pesona alam yang sangat tinggi.

Berkaca dari Yogyakarta dengan Jalan Malioboro-nya, serta dilengkapi keunikan budaya dan banyaknya peninggalan sejarah, Pemerintah Kota Malang merasa ada peluang dari kemiripan antara dua daerah tersebut.

Wali Kota Malang Sutiaji dan Wakil Wali Kota Malang Sofyan Edi Jarwoko yang dilantik pada 24 September 2018 memiliki rencana untuk mengubah kawasan Kayutangan Malang, yang pada masa Hindia Belanda merupakan pusat perdagangan dan pertokoan, menjadi "Malioboro" ala Kota Malang yang terusung dalam konsep Malang City Heritage.

Koridor Kayutangan, atau yang saat ini lebih dikenal sebagai Jalan Basuki Rachmad dipilih karena memiliki nilai sejarah tinggi.

Wisatawan berfoto di salah satu titik favorit yang ada di Kampung Wisata Heritage Kayutangan, Sabtu, (27/4/2019). (Vicki Febrianto)


Kepala Seksi Pemasaran Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang Agung Harjaya Buana di Kota Malang, pekan lalu mengatakan bahwa rencana Pemerintah Kota Malang dalam konsep Malang City Heritage,adalah mewujudkan suatu kawasan heritage atau kawasan warisan budaya, dan sekaligus menjadi destinasi wisata.

"Heritage Kota Malang tidak kalah dengan kota lain, itu juga menjadi potensi besar. Nama Kayutangan isudah memiliki 'branding' tersendiri. Kayutangan seperti Malioboro di Yogyakarta, dan Braga di Bandung," kata Agung.

Para pemangku kepentingan terkait termasuk Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) sudah memaparkan rencana desain yang akan ditampilkan di koridor Kayutangan. Di sepanjang jalanan Kayutangan akan disiapkan tiga titik yang bakal menarik perhatian para wisatawan.

Nantinya, pada tiga titik utama tersebut jalur aspal yang ada akan dibongkar dan diganti dengan material non-aspal. Hal tersebut bertujuan untuk menonjolkan area sekitar dan memperlambat arus kendaraan para wisatawan yang melintas di Kota Malang.

Titik pertama atau yang menjadi pintu masuk kawasan wisata tersebut adalah tepat di depan kantor Perusahaan Listrik Negara (PLN) Area Malang. Kemudian titik kedua mengarah ke selatan tepatnya di simpang Rajabali, dan titik ketiga tepat di depan Gereja Hati Kudus yang berdekatan dengan Alun-Alun Kota Malang.

Khusus di titik ketiga, terdapat Monumen Chairil Anwar. Monumen tersebut akan ditata ulang supaya lebih menonjol dan menarik perhatian masyarakat khususnya para wisatawan. Taman yang mengelilingi patung tersebut akan dibenahi, supaya masyarakat bisa berinteraksi pada taman itu.

Monumen Chairil Anwar Kota Malang (Vicki Febrianto)

Kampung Wisata Heritage Kayutangan​

Sebagai catatan, pada 2018, jumlah kunjungan wisatawan domestik ke kota terbesar kedua di Jawa Timur tersebut mencapai lima juta kunjungan, sementara untuk wisatawan mancanegara sebanyak 15.000 kunjungan. Pada 2019, ditargetkan jumlah kunjungan meningkat kurang lebih berkisar pada angka 10 sampai 15 persen.

Pertumbuhan sektor pariwisata, tentunya juga akan mendorong geliat perekonomian suatu daerah. Seperti di kawasan Malioboro, ratusan bahkan ribuan pelaku usaha mengambil kesempatan untuk berbagi kue ekonomi dari sektor pariwisata tersebut.

Dalam upaya untuk mendorong perekonomian Kota Malang, utamanya di kawasan Kayutangan, Pemerintah Kota Malang akan mengembangkan koridor penunjang dari kawasan Kayutangan, dengan melibatkan masyarakat sekitar kawasan itu.

Konsep pengembangan koridor Kayutangan tersebut akan terbagi menjadi dua area. Area pertama adalah koridor Jalan Kayutangan atau Jalan Basuki Rachmat sepanjang kurang lebih 900 meter, dan area kedua adalah koridor penunjang, yakni kawasan perkampungan Kayutangan.

Sebagai informasi, di sepanjang koridor Kayutangan tersebut terdapat perkampungan-perkampungan yang memiliki bangunan unik dan ikonik. Area perkampungan tersebut, pada tahun lalu telah diresmikan menjadi Kampung Wisata Kayutangan.

Peta Kampung Wisata Heritage Kota Malang, dan kartu pos yang diberikan kepada para wisatawan saat memasuki kawasan wisata tersebut. (Vicki Febrianto)


Kampung Kayutangan merupakan kampung kuno yang dibuktikan dari sebuah prasasti ukir negara, yang ada pada masa akhir Kerajaan Kediri. Dalam prasasti tersebut, disebutkan sejumlah desa yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas, atau tanah yang diapit. Kampung Kayutangan merupakan salah satunya.

Dulu Kampung Kayutangan merupakan hutan yang kemudian dibuka menjadi jalan setapak dari arah utara ke selatan. Pada 1.800-an, jalan setapak tersebut diperbesar setelah pasukan Belanda masuk ke Kota Malang, yang pada akhirnya membuka perkampungan atau tempat tinggal di sepanjang kawasan Kayutangan.

Kampung Wisata Heritage Kayutangan itu, terletak persis sejajar dengan koridor Kayutangan, dan dihubungkan dengan gang-gang kecil untuk mobilitas warga sekitar. Di area perkampungan Kayutangan tersebut, setidaknya ada lima obyek wisata yang akan menjadi daya tarik wisatawan di Kota Malang.

Obyek pertama adalah Makam Pangeran Honggo Koesoemo, Makam Tandak, Pasar Krempyeng atau pasar rakyat, bangunan bersejarah atau rumah para tokoh, termasuk rumah sutradara senior Nya Abbas Akup, dan saluran air peninggalan Belanda yang membelah perkampungan Kayutangan.

Pelibatan masyarakat dalam pengembangan Kampung Wisata Heritage Kayutangan dengan Koridor Kayutangan itu sendiri, diharapkan juga mampu memberikan peluang peningkatan perekonomian masyarakat sekitarnya. Tentunya, juga harus dibarengi dengan tata kelola yang profesional.

Meskipun pengembangan Koridor Kayutangan masih menunggu pelaksanaannya, akan tetapi untuk Kampung Wisata Heritage Kayutangan sudah mulai menggeliat. Dengan bantuan teknologi informasi dan media sosial, area yang dulunya hanya perkampungan biasa, kini menjadi obyek yang menarik untuk dikunjungi.

Saluran air di Kampung Wisata Heritage Kayutangan yang merupakan peninggalan Belanda, dan tetap terawat hingga saat ini. (Vicki Febrianto)


Berbekal uang Rp5.000 per orang, para wisatawan yang berada di Kota Malang bisa menikmati keunikan Kampung Wisata Heritage Kayutangan. Gang-gang kecil namun bersih, menjadi daya tarik tersendiri untuk menjelajah perkampungan yang tidak banyak mengalami perubahan selama puluhan tahun terakhir ini.

Salah seorang warga di Kayutangan Gang IV, yang juga bertindak selaku penjual tiket Kampung Wisata Heritage Kayutangan Sri Mulyati mengatakan, pada akhir pekan, jumlah pengunjung yang berkunjung bisa mencapai 100 orang atau bahkan lebih.

"Perkampungan ini berada di jantung Kota Malang, kampungnya bersih, jadi banyak wisatawan yang menyukainya. Kami sangat bahagia perkampungan ini menjadi destinasi wisata," ujar Sri.

Di kampung itu, bangunan peninggalan era Hindia Belanda masih kokoh berdiri hingga saat ini. Masih banyak bangunan bergaya kolonial menjadi salah satu spot favorit wisatawan untuk melakukan swafoto. Selain bangunan rumah, juga terdapat saluran air peninggalan Belanda.

Untuk mendukung keberlangsungan kawasan wisata heritage layaknya Malioboro di Yogyakarta, Pemerintah Kota Malang perlu menyiapkan infrastruktur pendukung seperti lahan atau area parkir untuk mengakomodasi para wisatawan yang datang berkunjung.

Ke depan diperlukan pengelolaan berkelanjutan termasuk tata kelola keuangan modern, karena kawasan Kayutangan merupakan area perkampungan, yang sudah seharusnya bisa memberikan dampak langsung kepada warga sekitar, secara merata.

Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019