"Di lembaga pemasyarakatan isinya 50 persen pengguna narkoba, dan di kota-kota besar jumlah terpidana narkotika mencapai 70 persen dari total warga binaan. Ini momok bagi pemasyarakatan," ujar Yasonna usai memimpin upacara Peringatan Hari Bakti Pemasyarakatan di Lapas Khusus Narkotika kelas IIA Cipinang Jakarta, Sabtu.
Melihat banyaknya terpidana narkotika di lapas umum di berbagai daerah, Yasonna mengatakan seharusnya pendekatan kesehatan lebih dikedepankan bagi pengguna narkoba daripada pendekatan hukuman.
"Ini menjadi pertanyaan fundamental, pengguna (narkoba) itu mau kita hukum atau kita beri perawatan," ujar Yasonna.
Menurut dia, pengguna narkoba yang sudah memasuki fase ketergantungan tidak berbeda dari seseorang yang menderita sakit parah sehingga harus diberikan pengobatan, yang dalam hal ini adalah rehabilitasi.
Pendekatan kesehatan atau rehabilitasi bagi narapidana pengguna narkoba dikatakan Yasonna sudah digunakan di berbagai negara maju.
"Yang kita buat tekanan paling besar adalah bandar dan pengedar, bukan pengguna," kata Yasonna.
Kendati demikian pengedar pun harus dilihat dan didalami kasusnya, karena Yasonna masih melihat beberapa persoalan dalam penerapan hukuman bagi pengedar.
"Seperti pemakai yang memiliki beberapa butir (narkoba) untuk dia pakai, bisa disangkakan sebagai kurir sehingga hukumannya menjadi minimal lima tahun," jelas Yasonna.
Kondisi seperti ini dikatakan Yasonna menjadi salah satu penyebab lapas menjadi kelebihan kapasitas.
"Maka dari itu, upaya kami adalah melakukan perbaikan UU Narkotika yang saat ini sedang dalam proses dan perlunya rehabilitasi bagi seluruh pengguna, bukan hanya tokoh publik saja yang mendapat kesempatan untuk direhabilitasi," pungkas Yasonna.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019