Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyelidiki kasus dugaan tindak pidana korupsi penggunaan dana kredit Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kaltim sebesar Rp270,5 miliar yang digunakan untuk membiayai proyek pembangunan kompleks perkantoran Pemda Kutai Timur Bukit Pelangi di Sangatta. Jaksa Agung Hendarman Supandji bahkan memimpin langsung ekspose kasus yang diduga melibatkan Bupati Kutai Timur, Awang Faroek Ishak tersebut. "Kemarin (Minggu, 25/11) Jaksa Agung yang langsung memimpin ekspose kasusnya," kata sumber ANTARA News di Jaksa Agung Muda bidang Intelijen (Jamintel) Kejagung di Jakarta, Senin. Sumber tersebut mengatakan, kasus ini masih dalam proses penyelidikan dan melengkapi berkas. Namun, ia menambahkan, dalam waktu dekat ini kemungkinan penyelidikannya akan selesai. Sementara itu, Jamintel Kejagung Wisnu Subroto yang dikonfirmasi wartawan enggan merinci perihal penyelidikan kasus tersebut. Wisnu mengatakan, pihaknya tidak bisa membeberkan berlangsungnya proses maupun hasil penyelidikan atas suatu kasus atau perkara yang sedang ditangani penyidik. "Untuk hasil penyelidikan lebih lanjut anda tunggu saja nanti setelah penyidik menganggap sudah saatnya disampaikan kepada masyarakat," kata Wisnu. Sejak awal 2007, Tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung telah menangani kasus ini. Pada tahap penyelidikan, Kejagung sudah memeriksa sejumlah saksi. Beberapa pejabat dan mantan pejabat Kutai Timur diduga mengetahui proses pencairan dan pemanfaatan dana tersebut dan Awang diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum (korupsi) dalam proyek pembangunan kompleks kantor Pemda Kutai Timur. Pekerjaan Proyek Perkantoran Bukit Pelangi yang dilakukan oleh Pihak III (kontraktor) ditengarai tidak sesuai dengan Keppres No. 18 Tahun 2001 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, serta Kepmen PU No. 295 Tahun 1997 dan Kepmen PU No. 332 Tahun 2002 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Gedung-gedung Negara. Pelanggaran terhadap Keppres No. 18/2001 antara lain dilakukan lewat penandatanganan Kesepakatan Bersama antara Awang (selaku Bupati Kutai Timur) dengan dua kontraktor, PT Total Bangun Persada dan PT Duta Graha Indah, sebelum proses Lelang Terbatas/Lelang Umum/Tender dilakukan. Kedua kontraktor ditunjuk Awang sebagai rekanan dalam pembangunan gedung kantor bupati, kantor DPRD, gedung serbaguna, dan rumah dinas bupati. Awang juga mengeluarkan beberapa Surat Perintah Mulai Kerja Sementara kepada sejumlah kontraktor lokal untuk membangun jalan lingkungan dan gedung-gedung kantor lainnya. Belakangan diketahui bahwa banyak proyek di Kutai Timur dibangun dengan sistem pembiayaan yang dilakukan kontraktor sebelum dana tersedia di APBD (voor finance sharing). Selain itu, pembangunan Bukit Pelangi juga terkesan dipaksakan dan dilakukan jor-joran, tanpa mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah karena sejak Tahun Anggaran (TA) 2002, APBD Kutai Timur mengalami defisit, yakni sebesar Rp 209,56 miliar. Defisit itu antara lain dipicu oleh rencana penerimaan daerah yang meleset, salah satunya dari bagi hasil migas. Awang kemudian mengajukan kredit ke BPD Kaltim sebesar Rp270,5 miliar lebih dengan jaminan APBD Kutai Timur TA 2003 dan 2004. Pencairan dana dilakukan sebanyak delapan tahap. Pinjaman dana ke BPD Kaltim tersebut juga telah melanggar PP Nomor 107 Tahun 200 tentang Pinjaman Daerah. Pasal 3 huruf a PP 107/2000 menyebutkan bahwa jumlah kumulatif pokok pinjaman daerah yang wajib dibayar tidak boleh melebihi 75 persen dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. Karenanya, selain pengajuan pinjaman itu tanpa persetujuan DPRD Kutai Timur, jumlah pinjaman sebesar Rp270,5 miliar juga melanggar ketentuan baku dalam pinjaman daerah. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007