"Meski muatan putusan MK itu tidak dimasukkan dalam Pasal 416 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pemilihan Umum, penetapan pemenang Pilpres 2019 berdasarkan perolehan suara terbanyak tanpa persebaran perolehan suara," kata Dr. H. Teguh Purnomo, S.H., M.Hum., M.Kn. kepada ANTARA di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu.
Kendati di dalam UU Pemilu tidak ada, lanjut Teguh Purnomo, materi putusan MK itu terdapat di dalam Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum.
Di dalam Pasal 3 Ayat (7) PKPU Nomor 5/2019 disebutkan bahwa dalam hal hanya terdapat dua pasangan calon dalam pilpres, KPU menetapkan pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak sebagai pasangan calon terpilih.
"Secara gramatikal jelas mudah dipahami ketika Pilpres 2019 hanya diikuti dua paslon, yang berlaku perolehan suara terbanyak," kata Teguh yang pernah sebagai anggota Bawaslu Provinsi Jawa Tengah.
Dengan begitu, menurut aturan main penetapan pemenang Pilpres 2019 yang hanya diikuti dua pasangan calon mesti merujuk Putusan MK Nomor 50/PUU-XII/2014 yang keberlakuannya setara dengan undang-undang (UU).
"Aturan penetapan pemenang Pilpres 2019 yang hanya diikuti dua pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak perlu lagi diperdebatkan," kata Teguh.
Dengan demikian, kalau sudah paham asas putusan MK itu "erga omnes", berlaku mengikat selamanya. Begitu pula, ketika bicara tafsir Pasal 6A UUD NRI Tahun 1945, penafsirannya sesuai dengan putusan MK. Hal ini ditegaskan kembali dalam PKPU Nomor 5/2019.
Baca juga: Ketua MPR: Pemilu damai kalau UUD dijalankan
Baca juga: Zulkifli Hasan temui demonstran tuntut ada calon presiden independen
Baca juga: MPR RI gelar seminar nasional evaluasi pelaksanaan UUD 1945
Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019