Baghdad (ANTARA News) - Pengungsi Irak mulai mengalir kembali ke tanah air mereka, dan banyak di antara mereka mendapati rumahnya dijarah atau dirusak, kata beberapa jenderal Irak, Ahad (25/11), sementara itu antrian di perbatasan menimbulkan tantangan baru dalam hal keamanan. "Kami menerima sangat banyak keluarga yang kehilangan tempat tinggal, di perbatasan Suriah dan Jordania," kata Mayor Jenderal Mohsen Abdul Hassa, pemimpin Departemen Pelaksana Perbatasan Irak, pada suatu taklimat di Baghdad. Antrian kendaraan yang mengangkut pengungsi di perbatasan menciptakan masalah bagi penjaga perbatasan yang berusaha mencegah penyelundupan senjata, kata Mohsen. "Kami menghadapi kesulitan dalam menangani pengungsi dalam jumlah yang sangat banyak. Ada barisan panjang kendaraan," kata Mohsen. Ditambahkannya, penjaganya sudah berusaha keras untuk mencegat penyelundup senjata dan gerilyawan yang berusaha menyeberang ke dalam wilayah Irak dengan menggunakan paspos palsu. Pengungsi yang menyeberang melalui pos perbatasan diharuskan menjalani pemeriksaan ketat, katanya. Beberapa pejabat Irak mengatakan ribuan keluarga bergerak kembali ke dalam wilayah Irak, terutama dari Suriah, sementara angka kerusuhan merosot di dalam negeri mereka dan sikap bertambah keras di negara penampung mereka. Seorang pejabat Irak di pos perbatasan Al-Walid antara Suriah dan Irak yang diwawancarai oleh stasiun televisi Al-Iraqiyah menyatakan antara 700 dan 1.000 orang Irak pulang setiap hari. Hanya 100 hingga 200 orang menyeberang ke Suriah setiap hari, terutama untuk bekerja, sementara tak kurang dari 1.000 orang atau lebih baru satu bulan lalu menyelamatkan diri dari kerusuhan, kata pejabat itu, yang tak ingin disebutkan jatidirinya. Mayor Jenderal Adnan Jawad Ali, Wakil Panglima Angkatan Darat Irak, mengatakan pada suatu taklimat bahwa sebagian pengungsi mulai tiba di rumah mereka, terutama di Baghdad, dan mendapati rumah mereka rusak atau dijarah. Personil militer Irak ditempatkan di banyak daerah, tempat pengungsi akan pulang untuk memberi keamanan tapi pemerintah lah yang memutuskan, kata Adnan, untuk menangani masalah rumah yang hancur atau rusak. Sementara itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa jumlah pengungsi yang pulang telah menjadi "arus". Utusan PBB, Staffan de Mistura, bertemu dengan Menteri Urusan Pengungsi dan Imigrasi Irak, Abdel Samad Rahman Sultan, Sabtu, dan menjanjikan dukungan PBB. Mistura telah "membahas dengan dia masalah bantuan PBB bagi arus pengungsi yang pulang saat ini dan orang yang kehilangan tempat tinggal di dalam negeri mereka sendiri", kata Misi Bantuan PBB bagi Irak (UNAMI) dalam satu pernyataan. Sementara itu badan pengungsi PBB menyatakan sedang bersiap untuk "menyediakan bantuan bagi tak kurang dari 5.000 keluarga, termausk selimut, perlengkapan dapur dan bahan bantuan lain guna membantu dalam penyatuan kembali pengungsi yang pulang ke dalam masyarakat mereka". Di Jenewa, lembaga tersebut, Sabtu, menyatakan badan itu "tak percaya bahwa waktunya telah tiba untuk mendorong, menyelenggarakan, atau meningkatkan kepulangan", mengingat situasi keamanan yang rentan dan sulit diramalkan di Irak. "Saat ini, tak ada tanda kepulangan dalam jumlah besar ke Irak," kata wanita jurubicara Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) Jennifer Pagonis. Namun jurubicara militer Amerika Serikat (AS) di Irak, Laksamana Muda Gregory Smith, mengatakan kenyataan di lapangan berbeda. "PBB dengan jelas telah mengakui bahwa ada pengungsi yang pulang dan jumlahnya banyak --jumlah orang yang pulang ke tempat tinggal mereka di Baghdad terlihat mencolok," kata jurubicara tersebut dalam suatu taklimat. Lebih dari 1,4 juta orang Irak telah menyelamatkan diri ke Suriah sejak serbuan pimpinan AS 2003, tapi mereka menghadapi birokrasi yang meningkat dan tekanan keuangan sementara prasarana sosial di negeri itu berusaha mengatasinya. Menurut jajak pendapat yang disiarkan Selasa lalu oleh kelompok penelitian independen Norwegia, Fafo, sebanyak 500.000 orang Irak sekarang tinggal di negara tetangga Irak, Jordania, setelah menyelamatkan diri dari kerusuhan di negara mereka. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007