Beijing (ANTARA) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyaksikan penandatanganan 23 nota kesepahaman antara perusahaan asal Indonesia dengan China dalam acara Forum Bisnis yang digelar di sela-sela Konferensi Kerja Sama Internasional Sabuk Jalan (BRF) II di Beijing, Jumat.

"Saya menyaksikan penandatangan sejumlah MoU. MoU bukan hanya untuk di seremonialkan di sini, tetapi juga harus dilaksanakan secara baik dan konsisten dalam bentuk 'B to B' (hubungan antarpebisnis)," ujarnya saat memberikan sambutan dalam forum tersebut.

Menurut wapres, kemitraan Indonesia dengan China akan lebih banyak melalui hubungan "B to B" daripada "G to G" atau antarpemeritah.

Untuk mengatasi persoalan dalam proses perizinan investasi, Kalla menyatakan bahwa pemerintahannya telah menerapkan sistem daring sehingga lebih cepat dan lebih mudah sekaligus mengurangi rantai birokrasi di pusat dan daerah.

Di depan ratusan pengusaha Indonesia dan China itu, dia juga mengatakan bahwa gubernur dan bupati/wali kota telah memberikan kesempatan yang baik kepada investor.

Pihaknya bersama dengan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong dan Mmenteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan akan bahu-membahu mengatasi persoalan perizinan investasi asing.

"Walaupun saya menjadi Wapres tinggal enam bulan, saya masih bisa menjadi konsultan bagi para pengusaha. Konsultannya 'probono', tidak perlu dibayar. Siapa yang mengambil kesempatan pertama dia akan mendapat manfaat yang lebih baik daripada 'follower'-nya. Para perintislah yang akan mendapat manfaat lebih banyak," kata Wapres menawarkan diri.

Wapres kemudian menceritakan pengalamannya saat melakukan pertemuan bilateral dengan Wapres China Wang Qishan di Beijing, Kamis (25/4).

"Ketika bertemu Wapres Tiongkok, dia bertanya kepada saya, siapa yang dahulu datang ke Indonesia, apakah Portugis atau Belanda?" ujarnya.

Mendengar jawaban Wapres Kalla bahwa bukan kedua negara di Eropa itu, Wapres Wang tentu saja bingung.

"Yang pertama datang itu Laksamana Cheng Ho. Laksamana Cheng Ho tidak datang untuk menjajah Indonesia, tetapi datang untuk berdagang dengan Indonesia," kata Kalla menambahkan.

Oleh sebab itu, dia menjelaskan, perdagangan Indonesia dengan Tiongkok itu sudah menjadi sejarah ratusan tahun silam.

"Pada hari ini kita hanya melanjutkan sejarah panjang itu untuk melakukan perdagangan dan investasi yang lebih banyak lagi manfaatnya bagi kedua negara," ujarnya.

Lalu dia menjelaskan bahwa Indonesia dan China memiliki kesamaan dan perbedaan.

"Kita berbeda dalam sistem politik, tetapi sama dalam sistem ekonomi pasar. Karena itu persaingan dan efisiensi sangat penting sekali. Kami tahu bahwa Tiongkok dalam membangun industrinya sangat efisien sehingga dapat memasarkan ke seluruh dunia," tuturnya.

Meskipun seperlimanya China, populasi Indonesia cukup besar dibandingkan dengan negara lain sehingga memiliki sumber daya manusia yang melimpah.

Walaupun istem politik berbeda, sambung dia, Indoesia-China sama-sama stabil di bidang politik.

Rektor Institut Teknologi Bandung Prof Kadarsah DEA (dua kiri) berjabat tangan dengan Wakil Rektor Tsinghua University Prof Yang Bin seusai penandatangan nota kerja sama bidang pendidikan dan penelitian diapit Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan (kanan) dan Menristekdikti M Nasir di Beijing, China, Jumat (26/4/2019). Penandatanganan tersebut dilakukan dalam Forum Bisnis Indonesia-China yang digelar di sela-sela Konferensi Kerja Sama Internasional Sabuk Jalan (BRF) II. (M. Irfan Ilmie)
"Tiongkok sangat stabil politiknya dan Indonesia juga baru selesai pemilu yang sangat rumit untuk di Asia, namun berlangsung baik dan secara awal dari penghitungan Presiden Jokowi terpilih kembali untuk lima tahun lagi sehingga kami yakin bahwa keadaan stabilitas politik dan ekonomi akan jauh lebih baik lagi dari sebelumnya," ujarnya.

Dengan stabilitas politik yang terjaga, maka ekonomi juga akan tumbuh sehingga menjadi kesempatan yang baik bagi para pengusaha untuk mengembangkannya.

"Oleh karena itu saya berterima kasih atas kepercayaan dan peran yang besar Tiongkok. Indonesia tentu memiliki kesempatan juga karena di samping jumlah penduduk yang besar dan tenaga kerja yang banyak, juga sumber daya alam yang cukup seperti baja, nikel, dan lainnya yang sangat dibutuhkan untuk peningkatan industri di Tiongkok. Investasi seperti itu saling mendukung satu sama lain," katanya.

Indonesia juga memberikan insentif berupa pembebasan pajak (tax holiday) kepada industri yang memberikan dampak panjang secara bersama sama.

"Lima tahun yang lalu titik berat pembangunan yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kemampuan infrastruktur, seperti jalan, jembatan bandara, pelabuhan, dan komunikasi. Itu semua mendukung kecepatan logistik dan perdagangan di Indonesia dan beberapa pelabuhan yang baru dibangun kembali untuk memperbaiki sistem logistik yang ada," katanya.

Kalla menyebutkan bahwa nilai perdagangan Indonesia-China sudah meningkat lebih dari 40 miliar dolar AS, namun defisit masih besar.

" Presiden Xi Jinping telah menjanjikan peningkatan impor Tiongkok dari Indonesia, termasuk hasil pertanian, buah-buahan, dan hasil industri yang sesuai dan barang tambang mineral yang telah diolah di Indonesia," ujar Kalla yang sehari sebelumnya melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden China Xi Jinping di Balai Agung Rakyat, Beijing.

Pernyataan Xi itu juga telah diwujudkan dalam bentuk protokol impor buah manggis dari Indonesia yang ditandatangani bersama oleh Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi dan Menteri Bea Cukai China Ni Yue Feng di Beijing, Kamis (25/4).

Wakil Presiden Jusuf Kalla berbicara mengenai potensi ekonomi Indonesia dalam acara Forum Bisnis Indonesia-China di Beijing, Jumat (25/4/2019). Dalam forum bisnis yang digelar di sela-sela Konferensi Kerja Sama Internasional Sabuk Jalan (BRF) II itu juga diisi dengan penandatanganan 23 naskah kerja sama bsnis dan penelitian antarkedua negara. (M.Irfan Ilmie)
Sementara itu, dari 23 naskah MoU terdapat kerja sama bidang pendidikan dan penelitian yang ditandatangani oleh Rektor Institut Teknologi Bandung Prof Kadarsah Suryadi DEA dan Wakil Rektor Tsinghua University Prof Yang Bin.

Selebihnya adalah penandatanganan kerja sama bisnis dan proyek industri di empat koridor utama, yakni Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Kalimantan Utara, dan Bali.

Penandatanganan tersebut juga disaksikan oleh Menko Maritim Luhut Panjaitan, Menlu Retno, Kepala BKPM Thomas Lembong, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir, Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun, Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian, dan ratusan pengusaha dari kedua negara.
Baca juga: RI-China sepakati kerja sama riset teknologi kereta cepat
Baca juga: Luhut: Indonesia siapkan empat koridor proyek Belt and Road Initiative
Baca juga: Indonesia-China tandatangani protokol ekspor manggis Indonesia

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019