Jakarta (ANTARA) - Salah satu program kerja yang diusung Joko Widodo dan Ma'ruf Amin apabila memimpin Indonesia untuk periode selanjutnya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia agar mampu bersaing di era industri 4.0.

Sudah dipastikan untuk periode mendatang seluruh posisi di perusahaan-perusahaan nasional maupun multinasional diisi dengan generasi milenial dengan kemampuan di bidang teknologi informasi lebih baik dibandingkan dengan generasi di atasnya.

Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni UGM Dr. Paripurna bahkan mengungkapkan kalau melihat kondisi sekarang ini, banyak pekerjaan besar yang harus diselesaikan oleh bangsa ini, di mana salah satunya adalah tentang pentingnya meningkatkan kualitas SDM.

Berkembangnya sektor industri memang menuntut kebutuhan SDM yang berkualitas mengingat ke depannya hanya industri yang memiliki teknologi dan inovasi yang mampu bersaing.

Berbagai pekerjaan besar ini tentunya tidak dapat diserahkan pemerintah sepenuhnya, namun menjadi tugas dan kewajian bersama untuk berpartisipasi di dalamnya.

Paripurna mencontohkan PLN sebagai BUMN di bidang layanan listrik dipastikan hampir 70 persen SDM di dalamnya saat ini merupakan generasi milenial.

Paripurna menyebutkan untuk mengetahui generasi milenial sangat mudah dapat dilihat dari aplikasi yang terdapat di telepon selulernya.

Pegang posisi
Saat ini, beberapa perusahaan multinasional di Indonesia untuk level manajemen menengah bahkan puncak sudah mulai diisi generasi milenial. Penguasaan di bidang teknologi membuat mereka mampu mengeluarkan ide-ide yang selama ini tidak terpikirkan generasi sebelumnya.

General Manager PLN Bob Saril membenarkan hal tersebut. Saat ini, SDM di PLN mayoritas telah diisi generasi milenial mengingat perusahaan ini lebih mengedepankan inovasi dalam meningkatkan pelayanan kepada pelanggan.

Salah satu inovasi yang digulirkan melalui penetapan tarif listrik yang kompetitif, ternyata dapat menjadi "pemanis" bagi menggeiatnya sektor industri. PLN juga senantiasa berupaya meningkatkan pelayanan kepada pelanggan, ditambah dengan dukungan di bidang infrastruktur kelistrikan.

Hal tersebut akan mendorong masuknya investasi, sehingga pada akhirnya baik secara langsung maupun tidak langsung lapangan pekerjaan akan tersedia.

Dengan tersedianya banyak lapangan pekerjaan pada akhirnya kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat.

Itu sebabnya, menurut Bob, penyediaan listrik dapat menjadi faktor pendorong bertumbuh (bergulirnya) roda perekonomian.

Namun, bagi mereka yang ingin bergabung di dalam PLN, Bob selalu berpesan agar mereka siap untuk menjadi pahlawan tanpa sorot lampu, dalam artian kehadiran mereka tidak terlihat namun manfaat yang diberikan dirasakan banyak orang.

Sebagai upaya menghadirkan SDM berkualitas, PLN secara berkesinambungan selalu mengunjungi perguruan tinggi, salah satu karya nyata yang telah dilakukan adalah digelar kompoteisi nasional yang bisa diikuti kalangan perguruan tinggi.

Kompetisi yang mengedepankan kreativitas itu mulai dari vlog tentang "unboxing stasiun pengisian listrik umum (SPLU), pembuatan paper "development business new edge", dan pembuatan aplikasi "unlocking facelift PLN mobile"..

Tantangan
Sedangkan praktisi talenta, Karyawan Aji, menyampaikan kondisi aktual, tentang bagaimana saat ini sudah terjadi shifting (peralihan) dari melakukan segala sesuatu sebagai "business as usual", seperti perilaku membaca (mengetahui) segala hal dari koran dan majalah secara fisik, menjadi berubah membaca (mencari) berita dan informasi melalui media daring (online), pergi berbelanja ke pasar modern seperti mal dan plasa, menjadi berubah berbelanja melalui penyedia "market place" (toko daring).

Era disruptif yang terjadi ini akhirnya dilirik juga oleh sejumlah toko fisik (mall dan departemen store) untuk mengantisipasi perubahan yang mengglobal dan menggerus hampir sebagian besar sisi kehidupan manusia di muka bumi ini.

Tak ayal lagi, sejumlah peritel kini juga mulai melayani pemberlian buku dan belanja secara daring.

Perubahan seperti ini harus dilakukan, karena jika tidak demikian, pelaku usaha akan "tergilas" oleh berkembangnya mekanisme perdagangan bebas yang belum pernah terbayangkan.

Sekarang, orang tidak lagi perlu mengantre untuk membeli tiket, baik untuk keperluan menonton bioskop maupun bepergian ke suatu tempat, karena semuanya dapat dilakukan, hanya melalui sentuhan jari di perangkat gawai ataupun "tool bar" pada perangkat komputer jinjing dan desktop komputer.

Bersumber dari World Economic Forum (WEF), diperkirakan lima juta pekerjaan akan menghilang, seiring dengan terjadinya era otomasi dan disrupsi teknologi. Berbagai pekerjaan yang hilang tersebut, berada pada sejumlah bidang, seperti perkantoran dan administrasi, manufaktur dan produksi, konstruksi dan tambang, seni desain, hiburan, olahraga, dan media, bidang hukum, serta instalasi dan pemeliharaan.

Menurut Aji, berbagai pekerjaan baru yang akan muncul, berada di berbagai bidang usaha, seperti bisnis dan finansial, manajemen, komputer dan matematika, arsitektur dan teknik, penjualan secara daring, serta bidang pendidikan dan pelatihan.

Itu sebabnya di era transformasi digital menuju industri 4.0, diperlukan juga berbagai perubahan pola pikir dan pola tindak di era digitalisasi yang mampu berpikir dalam alam bit (digital), bukan lagi secara atom (fisik), perlunya mempelajari “pain points” atau apa yang diinginkan klien, guna mengembangkan secepat mungkin produk atau layanan yang diharapkan, dengan memastikan tata kelola penanganan aset secara modular,

Program "employer branding" merupakan salah satu upaya mencari bibit unggul yang dapat berkompetisi mengembangkan perusahaan sehingga tidak hanya mampu bersaing di era digital, namun mampu mewujudkan harapannya dan berkembang berkompetisi secara global.

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019