Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Andreas H Pareira, di Jakarta, Minggu, menyatakan tindak pidana yang dilakukan warga negara Malaysia di Indonesia benar-benar sudah keterlaluan. Dia mengatakan warga Malaysia telah melakukan berbagai tindak kriminal kelas kakap, seperti jadi pentolan terorisme, dalang pembalakan liar hingga dan gembong narkoba. "Mereka bukan hanya jadi gembong terorisme (melalui aksi Azahari dkk), yang telah sempat mengacaukan republik ini, tetapi kini terbukti menjadi gembong besar narkoba," katanya. Ia mengatakan itu kepada ANTARA, setelah pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menangkap Cua Lik Chang dan Lim Jit Wee, Jumat, di kamar 19 A lantai 19 `tower 5 Apt`, Taman Anggrek Slipi, Jakarta Barat. Mereka tertangkap lengkap dengan barang bukti, yaitu 450 ribu butir pil ekstasi, 24 botol `fosforus` dan tiga botol `lodium chystal` yang merupakan bahan dasar sabu-sabu serta uang bernilai miliaran rupiah. "Menurut saya aparat penegak hukum kita harus bertindak semakin tegas, sesuai dengan hukum yang berlaku," katanya. Jangan sampai wilayah NKRI menjadi sarang kebrengsekan aktivitas warga negara tetangga seperti Malaysia. Andreas Pareira menilai, bisa saja ada upaya-upaya tertentu yang sengaja dilakukan oleh pihak asing, karena secara sistematis telah banyak perbuatan tidak menyenangkan oleh pihak Malaysia kepada rakyat Indonesia. Mulai dari `pencaplokan` sejumlah produk budaya seperti lagu-lagu ("Rasa Sayange" dan "Burung Kakatua"), barang seni ("Angklung" dan "Reog Ponorogo"), hasil kerajinan batik dan masih banyak lagi, termasuk pengambilalihan beberapa pulau, juga penggeseran garis batas perbatasan daratan. Belum puas dengan itu, para warga Malaysia pun melakukan tindak semena-mena terhadap banyak TKI dan TKW, atau melecehkan orang Indonesia ketika sedang berkunjung ke negeri jiran itu, sebagaimana kasus yang dialami wasit karate Indonesia. Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I DPR, Yusron Ihza Mahendra dari Fraksi Gabungan Bintang Pelopor Demokrasi, berpendapat Malaysia itu bagaikan bangsa `umang-umang`. "Dalam kreol Melayu, istilah ini memang pas kepada sebuah komunitas yang suka melakukan peniruan atau `plagiatism` berlebihan atas barang atau produk orang lain, sehingga seolah-olah telah merupakan milik sendiri," kata Yusron Ihza Mahendra. (*)
Copyright © ANTARA 2007