"Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu, masih dianggap relevan dan tidak perlu dilakukan perombakan karena akan membuang-buang waktu, serta tenaga," kata Syafruddin, di Medan, Kamis.
Undang-undang (UU)Pemilu itu, menurut dia, sudah dianggap tepat dan tinggal lagi tergantung kepada orang yang melaksanakan peraturan tersebut.
"Kita tidak mungkin hanya capek begitu saja melakukan revisi terhadap UU Pemilu, dan masih banyak tugas-tugas penting lainnya yang akan dikerjakan," ujar Syafruddin.
Ia menyebutkan, di Indonesia terlalu mudah untuk melakukan revisi terhadap UU, tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu secara matang.
Namun kalau di Negeri Belanda, UU yang telah berusia ratusan tahun belum tentu dilakukan revisi, karena harus terlebih dahulu mendapat kajian secara mendalam oleh pemerintah.
"Jadi, UU di Belanda cukup bertahan lama, dan jarang dilakukan revisi maupun dilakukan penggantian oleh pemangku kepentingan di negara tersebut," ucap Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) itu.
Syafruddin juga menyarankan agar Indonesia dapat belajar lebih banyak dalam pembuatan UU ke Negara Belanda.
Hal itu, dilakukan untuk kemajuan pembuatan produk hukum di Indonesia.
"Indonesia perlu lebih banyak belajar mengenai hukum dan pembuatan UU di Negara Belanda," katanya.
Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019