Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia mengatakan neraca transaksi berjalan berpotensi kembali tertekan pada kuartal II-2019 karena memasuki tren musiman terkait banyaknya pembayaran bunga dan dividen.
"Faktor musiman pada kuartal II 2019, defisit transaksi berjalan memang bisa bergerak naik karena pembayaran bunga dan dividen ke luar negeri, bukan karena neraca perdagangan," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis.
Potensi meningkatnya defisit transaksi berjalan di paruh kedua tahun ini, dan juga kinerja ekspor yang masih dibayangi perlambatan pertumbuhan ekonomi global menjadi beberapa penyebab Bank Sentral masih mempertahankan suku bunga acuannya di enam persen pada April 2019.
Di kuartal I-2019, Perry meyakini defisit transaksi berjalan akan membaik dibanding kuartal IV-2018 karena data surplus beruntun neraca perdagangan selama Februari dan Maret 2019, yang masing-masing sebesar 330 juta dolar AS dan 540 juta dolar AS.
Meskipun bergerak naik, Perry menjamin defisit transaksi berjalan akan tetap di bawah tiga persen Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II. Di akhir tahun, BI menargetkan defisit transaksi berjalan bisa diturunkan mencapai 2,5 persen PDB.
Sementara, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) juga diperkirakan tetap surplus pada kuartal I-2019 namun besaran surplus tersebut lebih rendah dibanding kuartal IV-2018 yang sebesar 5,4 miliar dolar AS.
Perry juga meyakini kantong cadangan devisa akan terus bertambah menyusul prospek baik dari aliran modal asing. Salah satu penyebabnya, perubahan sinyalemen kebijakan suku bunga Bank Sentral AS The Fed. BI memperkirakan The Fed tidak akan menaikkan suku bunga selama dua tahun ke depan.
"'Fed Fund Rate' tidak jadi naik, tapi ekonomi global menurun sehingga kita perlu mendorong ekspor," ujar Perry.
Sementara itu, indikator pertumbuhan ekonomi cukup baik didorong oleh konsumsi dan investasi. Namun, BI memandang permintaan domestik masih perlu diperkuat agar Produk Domestik Bruto terus meningkat.
Dari indikator inflasi, BI menegaskan laju inflasi terkendali. BI meyakini inflasi 2019 akan berada di kisaran sasaran, yakni di bawah 3,5 persen.
Posisi rupiah yang bergerak pada kisaran Rp14.200-14.000 per dolar AS dinilai cukup stabil. Namun, Perry mengungkapkan nilainya masih di bawah nilai fundamental atau terlalu murah (undervalued).
Faktor lainnya seperti cadangan devisa dinilai cukup kuat. Aliran dana asing pada kuartal I-2019 mencapai 5,5 miliar dolar AS.
Di sisi lain, Perry menegaskan pihaknya akan memantau stabilitas eksternal pada bulan-bulan berikutnya untuk memastikan neraca pembayaran keseluruhan dapat surplus.
"Kami ingin pastikan pada kuartal II 2019, neraca pembayaran akan surplus," ujarnya.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019