Jakarta, (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat dalam menyelsaikan sengketa rekapitulasi suara pada pemilihan gubernur (pilgub) di Maluku Utara (Malut) melalui jalur hukum, banding di Pengadilan tinggi (PT) Malut dan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), kata pengamat plitik dari CSIS, Indra J Pilliang di Jakarta, Jumat. "Dengan menyerahkan sengketa pilgub Malut ke jalur hukum, maka semua komponen masyarakat akan menerima dan KPU Pusat tidak dinilai membuat permasalahan baru," katanya sesuai berbicara pada diskusi hasil survei LAKSNU tentang Peluang Pemimpin Indonesia 2009. Menurut Indra, KPUD Provinsi Malut yang bertanggujawab menyelenggarakan pilgub mulai proses awal sampai penghitungan suara akhir, sehingga jika ditemukan tindakan pidana seperti penggelembungan suara atau ada pihak yang tidak puas, cukup diserahkan ke jalur hukum. "Selaian penyelesaian jalur hukum, KPU Pusat berfungsi sebagai supervisi dapat Pilgub malut, dapat memutuskan dilakukan pilgub ulang di Malut," katanya. Rapat pleno KPU Pusat dalam penentuan hasil pilgub Malut di Kantor KPU Jakarta, Kamis (22/11), yang dihadiri ketuanya A Hafiz Anshary dan tiga anggota KPU lainnya, yaitu Andi Nurpati, Endang Sulastri, dan I Gusti Putu Artha, menetapkan pasangan Gafur/Fabanyo dinyatakan unggul, dengan meraih 181.889 suara, sedangkan Armaiyn/Kasuba hanya mendapat 179.020 suara. Keputusan KPU Pusat itu berbeda dengan KPU Malut, (18/11) yang menetapkan, Armaiyn/Kasuba memenangi pilkgub. Pasangan itu meraih 179.020 suara (37,26 persen), sedangkan Gafur/Fabanyo mendapat 178.157 suara (37,08 persen). Indra menegaskan, rapat KPU pusat untuk menyelesaikan rekapitulasi akhir pada pilgub Malut belum ada peraturan pelaksanaan, sedang dilihat korum juga tak memenuhi syarat, hanya diikuti empat dari lima anggota KPU Pusat, dua diantaranya tidak hadir hanya menyetujui lewaks faksimili dari Australia. Sebelumnya, mantan anggota KPU Chusnul Mar'yah PhD menyatakan, penyelesaian masalah pada penyelenggaraan pilgub Malut seharusnya menggunakan mekanisme hukum yang benar, sehingga keputusan KPU Pusat yang mengambil alih masalah tersebut tidak menimbulkan masalah baru. "KPU Pusat tidak punya dasar hukum untuk menghitung ulang rekapitulasi pilgub Malut," katanya. Chusnul juga menilai Pilkada dan keputusan KPU Provinsi di Malut adalah sah. KPU Pusat tidak mungkin mengadakan Pilkada ulang dan tidak ada mekanisme dalam SK KPU untuk menghitung perolehan suara kembali di KPU. Kalau ada TPS yang menggelembungkan suara, maka penghitungan suara hanya untuk TPS tersebut, bukan menghitung semua. Ia juga menilai, penonaktifan Ketua KPU Maluku Utara, M Rahmi Husen, merupakan tindakan sewenang-wenang dan tidak didasarkan pertimbangan hukum yang tepat. "Penonaktifan Ketua KPU Malut adalah tindakan sewenang-wenang KPU Pusat tanpa dasar hukum. Laporan anggota KPU Saudara Putu tidak lengkap, bagaimana metode pengumpulan datanya?," katanya. Dia menyatakan, preseden pilkada diambil alih adalah sangat buruk. Demikian juga dengan pemanggilan PPK dari Kecamatan Halmahera Barat oleh KPU Pusat pada Kamis (22/11). Sementara itu pengamapat politik Anas Urbaningrum minta agar KPU Pusat berkosentrasi pada tugas utama menyiapkan Pemilu Legislatif dan Pilpres 2009, bukan mengurusi hal-hal yang bukan wewenangnya seperti pada pilgub Malut.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007