Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golongan Karya (Golkar), M. Jusuf Kalla, mengatakan bahwa tidak perlu ada sanksi atau hukuman lagi bagi Dewan Pimpinan Daerah/DPD) yang calonya kalah dalam pemilihan kepala daerah (pilkada), karena kekalahan itu sudah merupakan hukuman politik.
"Tidak. Tidak ada hukuman dua kali. Calon kalah itu hukuman politik. Hukuman politik ya tidak terpilih. Kehilangan pengaruh," kata Ketum DPP Partai Golkar M Jusuf Kalla seusai sholat jumat di Jakarta, Jumat.
Sebelumnya wartawan menanyakan apakah akan ada sanksi atau hukum bagi Dewan Pimpinan Daerah (DPD) yang calonnya kalah dalam pilkada di daerah-daerah.
Setidaknya ada beberapa DPD Partai Golkar yang calonnya kalah dalam pilkada. Seperti di Kalimantan Barat, calon dari Partai Golkar Usman Djafar kalah, begitu pun di Sulsel, calon Partai Golkar Amien Syam juga kalah.
"Jadi tidak perlu dihukum dua kali. Dengan tidak bekerja dengan baik, (kalah atau tak terpilih) kehilangan suatu posisi," kata Jusuf Kalla.
Meskipun demikian, tambah Jusuf Kalla, sampai saat ini perolehan Partai Golkar dalam pilkada masih cukup besar yakni berkisar 40 persen.
Namun, tambah Jusuf, Kalla untuk itu harus ada perbaikan sistem. Dalam Rapimnas III kali ini, akan dilakukan evaluasi soal pilkada.
Konvensi tak penting
Ketika ditanyakan soal pengganti konvensi, Jusuf Kalla mengaku hal itu masih dalam pembicaraan peserta Rapimnas III.
Ketika membuka Rapimnas III, Jusuf Kalla mengatakan konvensi hal yang menarik tetapi tidak dibutuhkan oleh rakyat dan konvensi hanya akan melelahkan kader-kader.
"Memang sangat menarik berbicara soal konvensi itu tidak dibutuhkan rakyat. Yang dibutuhkan rakyat hal-hal yang riil. Seperti pembangunan infrastruktur," kata Jusuf Kalla.
Menurut Jusuf Kalla, yang dibutuhkan oleh rakyat saat ini adalah kesejahteraan dan kemakmuran. Oleh karena itu, tambahnya, masalah konvensi atau tidak bukan merupakan kebutuhkan utama rakyat.
Dalam pandangan Jusuf Kalla setiap sistem selalu mempunyai dinamikanya. Saat Partai Golkar memutuskan menggunakan sistem konvensi untuk menentukan capresnya, tambah Wapres, hal itu ada sejarahnya. Saat itu sang ketua Umum sedang mengalami masalah hukum.
Konvensi saat ini dibuka dengan tujuan membuka diri secara demokratis.
"Tetapi pemilihan suatu sistem, prosesnya harus baik dan hasilnyapun harus baik. Ternyata tidak," kata Jusuf Kalla.
Karena itu, tambahnya, dalam rapimnas III kali ini harus dicari sistim yang tepat untuk menentukan soal pemilihan capres.
"Kita ingin pemilihan yang demokratis dan sekaligus hasilnya baik tetapi jangan melelahkan dan terlalu panjang seperti pada konvensi," kata Jusuf Kalla.
Menurut Wapres proses konvensi yang sangat panjang justru telah menguras energi para kader. Sehingga pada saat pilpres justru telah kehilangan tenaga dan pikiran.
"Padahal konvensi belum pertandingan. Konvensi hanya latihan untuk mencari tim nasional. Pertandingan sebenarnya di pilpres," kata Jusuf Kalla.
Karena itu Jusuf Kalla menegaskan agar rapimnas kali ini bisa merumuskan dengan baik tata cara penentuan capres. Namun, tambahnya, hal itu harus tetap mengacu kepada ketentuan AD/ART partai.
"Koridor AD/ART untuk memutuskan suatu keputusan penting urutannya, pertama musyawarah nasional (munas), kemudian munaslub jika ada masalah luar biasa dan Rapimnas. Hanya itu," kata Jusuf Kalla.
Rapimnas III partai Golkar berlangsung dari 22 s/d 25 Nopember 2007. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007