Pada Pemilu 2019, pencalonan perempuan untuk DPR RI sudah mencapai 40 persen. Namun realitanya, keterpilihan caleg perempuan itu memiliki kesenjangan yang lebar dengan pencalonannya, tambah Titi

Jakarta (ANTARA) - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendorong seluruh masyarakat, penyelenggara pemilu, pemantau dan organisasi perempuan di daerah untuk mengawal proses rekapitulasi perolehan suara untuk caleg perempuan di Pemilu 2019, kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini di Jakarta, Rabu.

"Semua pihak harus ikut aktif memantau perolehan suara caleg perempuan di daerahnya termasuk mencatat kecurangan-kecurangan yang merugikan perolehan suara caleg perempuan," kata Titi dalam pesan singkat yang diterima di Jakarta.

Selain pengawasan terhadap potensi kecurangan rekapitulasi perolehan suara, Titi mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengutamakan transparansi dengan membuka akses bagi publik untuk memperoleh dan mendokumentasikan proses perolehan suara.

Caleg perempuan juga berperan untuk memantau dan memastikan perolehan suaranya terjaga hingga di proses rekapitulasi tingkat pusat.

"Caleg perempuan harus ikut memantau proses rekapitulasi penghitungan suara di tiap tingkatan, sehingga perolehan suaranya tidak dicurangi, baik hilang atau dikurangi," tambahnya.

Sejak Pemilu 2004, kebijakan afirmatif untuk partisipasi perempuan dalam politik diberlakukan. Setiap pencalonan anggota legislatif, kuota untuk caleg perempuan selalu memenuhi syarat minimal 30 persen dari total caleg setiap partai politik.

Namun, pencalonan tersebut tidak berbanding lurus dengan keterpilihan caleg perempuan di DPR RI. Pada Pemilu 2014, dari pencalonan perempuan sebanyak 37 persen, nyatanya hanya 17 persen keterpilihan perempuan di Senayan.

"Pada Pemilu 2019, pencalonan perempuan untuk DPR RI sudah mencapai 40 persen. Namun realitanya, keterpilihan caleg perempuan itu memiliki kesenjangan yang lebar dengan pencalonannya," tambah Titi.

Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya angka keterpilihan perempuan di pusaran parlemen, meskipun pencalonannya sudah memenuhi syarat minimal 30 persen.

Oleh karena itu, untuk meminimalkan kesenjangan antara pencalonan dan keterpilihan caleg perempuan itu, seluruh pihak harus memiliki kesadaran tinggi bahwa keterpilihan perempuan sebagai anggota legislatif merupakan pintu masuk untuk menuju representasi politik berkeadilan dan berkesetaraan, ujar Titi.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019