Jakarta (ANTARA News) - Mantan Deputi Senior Gubernur Bak Indonesia, Anwar Nasution, mengaku telah bertemu pimpinan KPK di Kantor BPK Rabu (21/11) dan secara resmi KPK akan memeriksanya Senin mendatang terkait dugaan pencairan dana BI Rp100 miliar untuk bantuan hukum mantan direksi BI yang terkena kasus BLBI. Dana BI itu juga diduga digunakan untuk diseminasi serta pembahasan revisi UU Perbankan di DPR tahun 2003. "Sudah diperiksa kemarin sama Pak Tumpak Hatorangan (Wakil Ketua KPK) dan hari Senin datang Anda `rame-rame` ke KPK, saya akan ke sana," katanya setelah selaku Ketua BPK menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan Semester (Hapsem) I tahun 2007 kepada Ketua (DPD Ginanjar Kartasasmita di Gedung DPD di Senayan Jakarta, Kamis. Anwar mengemukakan, meskipun telah ada pertemuan dengan pimpinan KPK di Kantor BPK, pemeriksaan secara resmi baru akan dilakukan pada Senin pekan depan di Kantor KPK. "Saya yang ke KPK, bukan KPK datang ke tempat saya. Saya bukan orang disangka memberikan, memerintahkan aliran dana itu. Saya juga bukan tersangka yang menerima aliran dana itu," katanya. Anwar menegaskan, dirinya akan memenuhi panggilan KPK. "Aku datang ke sana sukarela. Nggak ada yang bisa tutupi-tutupi itu. Ke neraka pun aku berani. Nanti Anda (wartawan) datang ke KPK, kita ketemu lagi di situ," kata Anwar dengan suara lantang tetapi agak serak. Anwar membantah ikut menyetujui pencairan dana Rp100 miliar dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI). "Rapat tanggal 3 Juni 2003 itu saya `nggak` ada. Saya ke Washington DC (AS). Tanggal 2 Juni 2003 saya berangkat, kembali 9 Juni ," katanya yang menambahkan di paspornya terdapat cap Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta dan Imigrasi bandara di New York (AS) pada 3 Juni 2003. Ketika ditanya apakah melanggar ketentuan bila BI mengeluarkan dana sebesar itu untuk membantu persoalan hukum direksi BI yang terkena kasus dana BLBI, Anwar mengemukakan, pada saat itu tidak ada informasi yang diperolehnya. "Saya justru dapat informasi setelah ada laporan dari auditor BPK. Saya `nggak` tahu waktu itu," katanya. Mengenai dana yang dialokasikan untuk bantuan hukum direksi BI, Anwar menjelaskan angkanya sudah dipublikasikan media massa dari sumber resmi dengan nilai Rp27 miliar dan dari dana YPPI Rp68,5 miliar. "Waduh.... sudah berapa orang miskin bisa dibelanjain ini," katanya. Karena itu, pihaknya melaporkan persoalan ini ke penegak hukum (KPK) untuk diperiksa. "Kita ini tidak punya kekuasaan untuk menyidik. Kita memeriksa berdasarkan dokumen. Selanjutnya kita laporkan ke KPK," katanya. Mengenai nama-nama yang dilaporkan, Anwar menegaskan, siapa-siapa yang akan diperiksa KPK bukan urusan BPK. Ketika dikonfirmasi mengenai persetujuannya atas penggunakaan dana Rp100 miliar, Anwar membantah ikut menandatangani dan menyetujui hasil rapat. "Tidak. Saya tidak ikut rapat (Dewan Gubernur BI) tanggal 3 Juni 2003. Kalau (rapat mengembalikan) tanggal 20 Juli 2003 saya ikut. Mengambilnya saya tidak ikut dan saya tidak memerintahkan untuk membayar siapa-siapa," katanya. Anwar menegaskan, data yang dilaporkan ke KPK sangat akurat. "Saya katakan ini adalah data yang sangat akurat. Nggak ada itu, ini `ditukang-tukangi` Anwar Nasution. Jangan kau pikir ini `dibikin-bikin`. Nggaklah... Ini sangat akurat, tidak main-main," katanya. Anwar menegaskan, hasil pemeriksaan itu didasarkan pada data akurat, adil, "fair" dan tidak direkayasa serta tidak ditujukan untuk mencemarkan nama seseorang atau nama partai politik. "Nggak ada urusan partai politik. Nggak ada urusan orang per orang," katanya. Sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR Priyo Budi Santoso meminta semua pihak, terutama Koalisi Penegak Citra DPR untuk jangan hanya gemar menebar nama-nama yang masih "gelap gulita" sehingga mempersulit tugas BK DPR untuk menindaklanjutinya. "Kalau apa yang dilaporkan Ketua BPK Anwar Nasution ke KPK benar adanya, ini akan menjadi skandal besar karena akan mempengaruhi kepercayaan publik kepada bank sentral, melibatkan pengacara, pejabat negara dan lainnya," katanya yang menambahkan pihaknya telah membentuk tim internal untuk menyikapi kasus dugaan aliran dana BI ke DPR periode 1999-2004. Priyo yang juga salah satu ketua DPP Golkar menyatakan tidak "fair" kalau semua dituduhkan kepada DPR, sementara dana terbesar seperti yang ditulis dalam surat Anwar Nasution ke KPK melibatkan direksi BI dan pengacara. "Jika laporan ini tidak benar, reputasi Anwar Nasution akan `kejlungup` (terjurumus) karena mengirim surat yang tidak kredibel ke KPK," katanya. Karena itu, Golkar meminta Anwar Nasution mau mempertanggungjawabkan di depan publik terkait surat yang telah dikirimkan ke KPK perihal persoalan yang sangat sensitif itu.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007