Jakarta (ANTARA News)- Kurs rupiah Kamis pagi menembus level Rp9.400 per dolar AS, menyusul meningkatnya kebutuhan akan dolar AS dan melonjaknya harga minyak mentah dunia yang saat ini telah mencapai 99 dolar AS per barel. Nilai tukar rupiah merosot menjadi Rp9.415/9.420 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.372/9.465 atau melemah 43 poin. Pengamat pasar uang, Edwin Sinaga, di Jakarta, mengatakan kebutuhan dolar AS oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti Pertamina dan PLN, yang besar memicu menguat tajamnya dolar AS. Pertamina dan PLN membutuhkan dolar AS untuk impor minyak mentah yang harganya terus meningkat, katanya. Selain itu, investor asing juga asing melakukan aksi lepas obligasi pemerintah untuk membeli dolar AS, meski mata uang asing di pasar regional merosot terhadap yen maupun euro. Dolar AS terhadap euro melemah mencapai 1,4850 dan terhadap yen menjadi 108,50 dari sebelumnya 108,67. Rupiah kemungkinan akan tetap terpuruk karena harga minyak mentah dunia itu cenderung menguat yang diperkirakan akan bisa mencapai level 110 dolar AS per barel. Meski muncul perkiraan bahwa bank sentral AS akan kembali menurunkan suku bunga untuk menahan inflasi yang cenderung meningkat. The Fed sebelumnya telah menurunkan suku bunganya dari 5,25 persen menjadi 4,50 persen, katanya. Ia mengatakan, Bank Indonesia (BI) diharapkan akan terus berada di pasar untuk mengantisipasi tekanan pasar eksternal yang kuat agar tidak terpuruk lebih jauh. Apalagi BI memiliki cadangan devisa yang cukup besar untuk menahan, namun masuknya BI ke pasar harus melihat moment yang tepat agar aksi benar-benar mendukung pergerakan rupiah, katanya. Rupiah, menurut dia juga mendapat tekanan pasar saham regional akibat kekhawatiran atas ekonomi AS yang melambat diperkirakan hanya tumbuh 1,8 persen dibanding perkiraan sebelumnya 2,5 persen. AS merupakan pasar ekspor utama negara-negara Asia, karena itu melambatnya pertumbuhan ekonomi Paman Sam sangat mengkhawatirkan kawasan tersebut, ucapnya. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007