Menurut Yunarto, akun-akun itu menyebarkan hoaks berupa gambar tangkapan layar aplikasi pesan WhatsApp yang berisi percakapan antara dirinya dengan seseorang yang disebut jenderal.
"Chat palsu saya dengan jenderal siapa saya tidak tahu, karena tidak ada namanya, seperti sudah diamankan sesuatu seperti itulah," kata Yunarto di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa.
Yunarto mengatakan, pihaknya pernah mendapat serangan hoaks serupa pada sebelum Pemilu 2019. Namun saat itu pihaknya dituduh memanipulasi survei popularitas pasangan capres-cawapres.
Sementara saat ini, dengan gambar yang sama, Yunarto dituduh melakukan manipulasi "quick count" yang dikeluarkan lembaga yang dipimpinnya.
Yunarto menyebutkan beberapa akun medsos yang turut menyebarkan gambar tersebut juga memberikan kata-kata bernada ancaman terhadap dirinya.
"Ancaman terornya macam-macam, dilaknatlah, mau diserang sniperlah. Tapi saya bukan melaporkan soal teror ini, tapi melaporkan hoaks sebelum Pemilu yang semakin menjadi-jadi setelah 'quick count' keluar," katanya.
Beberapa akun medsos yang dilaporkannya ke polisi adalah akun Twitter @silvy_Riau02, @sofia_ardani, @sarah ahmad, @rif_opposite serta akun Facebook Ahmad Mukti Tomo.
Laporan Yunarto teregister dengan nomor LP/B/0382/IV/2019/Bareskrim tanggal 14 April 2019.
Dalam laporan tersebut, para pelapor dikenakan Pasal Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Elektronik, UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 27 Ayat (3) jo 45 Ayat (3) Pencemaran Nama Baik, UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 310 KUHP, Fitnah UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP, Pasal 311 KUHP.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019