Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan akan terus mengkaji adanya dugaan kartel dalam industri minyak sawit mentah (CPO) dan minyak goreng. "KPPU akan terus mengkaji fenomena yang terjadi di industri kelapa sawit. Kemungkinan kartel dalam indutri CPO itu ada," kata anggota KPPU, Tresna Priyana Soemardi usai "Public Hearing" mengenai hal itu, di Jakarta, Rabu. Menurut dia, struktur industri CPO akan menjadi kurang sehat kalau terdapat banyak perusahaan besar yang terintegrasi dari hulu sampai dengan hilir. "Saya pikir tidak sehat karena akan membuka peluang kepada mereka untuk melakukan persaingan tidak sehat, apakah itu kartel, pemanfaatan posisi dominan, atau kepemilikan silang," katanya. Tresna menilai perusahaan yang terintegrasi dari hulu ke hilir akan fokus berorientasi kepada profit, oleh karena itu DMO (Domestik Market Obligation/DMO) yang diterapkan pemerintah tidak dapat berjalan efektif. Praktik kartel dapat terjadi jika para produsen mengadakan kesepakatan melakukan penyesuaian harga di dalam negeri ke harga internasional. "Kan kalau ada kesepakatan harga untuk komoditas yang sama itu disebut kartel. Kami tinggal mencari buktinya," ujarnya. Latar belakang KPPU melakukan analisis terhadap dugaan praktik kartel di industri minyak sawit, menurut Tresna, salah satunya adalah tidak efektifnya langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam menekan harga minyak goreng di dalam negeri. Pemerintah telah menerapkan kebijakan Pungutan Ekspor (PE) progresif untuk CPO ekspor, pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk minyak goreng dalam negeri, serta subsidi minyak goreng. Sebelumnya, pemerintah meminta produsen CPO untuk memasok pada pabrik minyak goreng dengan harga tertentu yang lebih murah dari harga luar negeri untuk menekan harga jual minyak goreng dalam negeri. Namun, harga minyak goreng yang sebelumnya sekitar Rp6.000 per kg hingga kini bertahan pada sekitar Rp9.000 dan sempat menembus Rp11.000 per kg. Sementara itu, kalangan pelaku usaha membantah telah terjadi kartel dalam industri minyak sawit di dalam negeri. "Asosiasi minyak goreng sudah ada dua, jadi pasti ada persaingan. Saya sulit melihat adanya praktik kartel, tetapi KPPU coba buktikan saja," kata Dirjen Industri Kimia dan Agro, Departemen Perindustrian, Benny Wahyudi. Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan harga CPO untuk diolah menjadi minyak goreng selama ini dilelang sehingga tidak mungkin ada kesepakatan mematok harga. "CPO kan ditender di Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN dan Astra Agro, jadi mana mungkin (kami) kendalikan harga," ujar Sahat. Sahat menambahkan, jika harga CPO tinggi maka tidak mungkin pabrik minyak goreng menjual dengan harga yang lebih murah. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Akmaluddin Hasibuan juga menyatakan pendapat senada. "Harga CPO kami betul-betul ditentukan oleh pasar di KPB dan Astra dengan tender yang berpatokan dengan harga tender di Rotterdam dan Kuala Lumpur," ujar Akmal.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007