Jakarta (ANTARA News) - Depkeu mengungkapkan tidak berharap akan menerima pinjaman murah lagi (soft loan) dari institusi donor asing, seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB), karena membaiknya kinerja ekonomi dan manajemen utang pemerintah. Hal itu disampaikan Dirjen Pengelolaan Utang Depkeu, Rahmat Waluyanto, di Jakarta, Selasa, menanggapi pernyataan Bappenas bahwa Indonesia kemungkinan tidak akan lagi menerima pinjaman murah lagi pada 2009 karena Indonesia bukan lagi negara berpendapatan rendah. "Kita sudah memperkirakan dan sudah mempersiapkan. Kita akan melakukan berbagai strategi untuk memperoleh pinjaman yang lebih efisien dengan resiko yang paling rendah," katanya. Dia mencontohkan, ke depan pihaknya akan berusaha mengurangi porsi fasilitas kredit ekspor (FKE) dari komposisi pembiayaan luar negeri dan menggantinya dengan pembiayaan dalam negeri dengan risiko yang lebih "manageable". "Kita juga akan mengubah skim pengadaan barang dalam proyek yang dibiayai pinjaman luar negeri, dari sebelumnya skim `supplier`s credit` menjadi `buyer`s credit`," katanya. Dengan demikian, tambahnya, biaya pengadaan barang akan lebih bisa ditekan karena kreditur dan penyedia barang terpisah sama sekali. "Bahkan kalau perlu kita terbitkan surat berharga negara yang biayanya lebih murah daripada pinjaman luar negeri, sehingga bisa kita buy back atau `redeem`," jelasnya. Sebelumnya, Deputi Pendanaan Pembangunan Bappenas Lukita Dinarsyah Tuwo memperkirakan pada 2009, Indonesia tidak akan memperoleh pinjaman lunak yaitu skema IDA (International Dvelopment Association) dari Bank Dunia dan skema ADF (Asian Development Finance) dari ADB karena Indonesia bukan negara miskin. Bunga untuk pinjaman murah itu berkisar antara 0,5-0,7 persen dengan masa pinjaman 30-40 tahun. Menurut data Depkeu, hingga Oktober, outstanding pinjaman dari multilateral, termasuk Bank Dunia dan ADB, mencapai 17,65 miliar dolar AS atau 12,4 persen dari total utang pemerintah. Sementara itu, Meneg PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta kembali mengungkapkan Indonesia akan sangat berhati-hati dengan pinjaman dan hibah yang diberikan asing karena dikhawatirkan sarat kepentingan. "Prinsipnya, pemerintah akan hati-hati terhadap pinjaman asing," tegasnya. (*)
Copyright © ANTARA 2007