Jakarta (ANTARA News) - Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengatakan, pemerintah tidak bisa memaksakan perubahan pemakaian mata uang dolar AS dalam transaksi minyak ke mata uang lainnya. "(Pemakaian mata uang dalam transaksi) itu kesepakatan bisnis antara penjual dan pembeli. Kita tidak bisa paksa mereka," katanya di Jakarta, Selasa. Namun, ia mengatakan, saat ini, setiap menteri anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) tengah mengkaji kemungkinan perubahan mata uang dolar AS yang selama ini dipakai dalam transaksi minyak. Hasil kajian itu akan dibahas di pertemuan OPEC berikutnya di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab pada 3-4 Desember nanti. Menurut Purnomo, kondisi Indonesia berbeda dengan Iran yang pengelolaan migasnya dilakukan perusahaan negara yang sepenuhnya berada di bawah kementerian perminyakan salah satu negara Timur Tengah tersebut. Sebelumnya, Iran dalam KTT OPEC di Riyadh, Arab Saudi mengusulkan perubahan mata uang dolar AS yang selama ini dipakai pada transaksi minyak menjadi euro. Usulan itu dikarenakan penurunan nilai mata uang dolar AS terhadap euro dalam beberapa tahun terakhir ini. Sementara itu, pengamat perminyakan Pri Agung menilai, Indonesia belum siap mengalihkan mata uang transaksi minyaknya dari dolar AS ke lainnya. "Indonesia sudah lama memakai dolar AS dan hampir semua indikator ekonomi Indonesia dalam bentuk dolar AS, sehingga butuh waktu untuk berubah," katanya. Pri melihat, terlepas dari penurunan kurs dolar AS terhadap euro, usulan pengubahan mata uang dalam transaksi minyak tersebut bermuatan politis. Sebab, Iran yang mengusulkan perubahan mata uang tersebut, selama ini berseberangan dengan AS.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007