Ini yang sedang kami tawarkan ke kalangan investor, modalnya tidak besar hanya berkisar Rp5 miliar-Rp10 miliar saja tapi bisa menghasilkan sekitar 1.500 ban vulkanisir dalam setahun

Palembang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menawarkan investasi pembangunan pabrik ban vulkanisir dengan nilai penanaman modal berkisar Rp5 miliar hingga Rp10 miliar untuk memanfaatkan berlimpahnya bahan baku karet di daerah tersebut.

Kepala Bidang Pengelolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Sumsel Rudi Aprian di Palembang, Senin, mengatakan produksi karet Sumsel mencapai 1.053.272 ton per tahun areal seluas 1,3 juta hektare namun serapan untuk dalam negeri masih rendah jika dibandingkan dengan ekspor.

Untuk itu, berdasarkan hasil diskusi dengan para pemangku kepentingan disepakati bahwa Sumsel harus mengembangkan pembuatan ban vulkanisir karena di daerah ini terdapat ratusan truk pengangkut hasil perkebunan dan pertambangan.

Seperti diketahui, ban vulkanisir ini merupakan suatu cara memanfaatkan ban yang sudah gundul dilapisi lagi atau divulkanisir (dibuatkan kembali alur bannya) sehinga menjadi seperti baru lagi. Ban yang bisa divulkanisir ini umumnya ban berukuran besar seperti ban truk dan ban bus angkutan umum.

"Ini yang sedang kami tawarkan ke kalangan investor, modalnya tidak besar hanya berkisar Rp5 miliar-Rp10 miliar saja tapi bisa menghasilkan sekitar 1.500 ban vulkanisir dalam setahun," kata dia.

Menurutnya, pembuatan ban vulkanisir ini sebenarnya sudah ada di Sumsel namun masih dalam skala kecil yakni dilakukan perusahaan-perusahaan perkebunan sawit dan karet tertentu saja.

Pemprov menilai seharusnya pembuatan skala kecil itu dikembangkan menjadi pabrik yang relatif besar agar penyerapan karet dalam negeri melonjak signifikan. Apalagi, dengan teknologi vulkanisir ini dapat daur ulang pemanfaatan sebuah ban hingga empat kali.

Untuk memvulkanisir ban tersebut dibutuhkan setidaknya 10 kg karet jenis RSS (atau karet berkadar kering 60 persen) sehingga dipastikan akan mendongkrak serapan dalam negeri. Selain itu, harga jual ban vulkanisir ini lebih murah 30 persen dari ban yang baru sementara sebaliknya penggunaannya mencapai 80 persen dari ban yang baru.

Terkait keunggulan ini, menurut Rudi, sudah diuji di Laboratorium Puslit Karet Bogor.

"Seperti diketahui, sebagian besar petani kita itu produk karetnya kadar keringnya 40 persen, artinya banyak lebih banyak penyerapan di tingkat petani," kata dia.

Sementara itu, Ketua Umum Dewan Karet Indonesia A Aziz Pane yang diwawancarai Antara beberapa waktu lalu mengatakan terdapat 11 perusahaan ban di dunia yang terancam keberlangsungannya karena dikaitkan dengan isu lingkungan.

Ban kendaraan umumnya sangat sulit dihancurkan atau diuraikan sehingga sebagian besar kalangan aktivis lingkungan menduga telah dilakukan penanaman di dalam tanah yang dipastikan merusak lingkungan.

"Saya melihat, memang Sumsel ini harus ke ban vulkanisir dulu. Itu yang masuk akal dibandingkan pabrik ban, karena untuk membuat ban itu tidak hanya dibutuhkan karet dengan konten 25-30 persen, tapi ada juga bahan penolong sekitar 72 persen yang semuanya diimpor," kata dia.

Sektor perkebunan karet menjadi sorotan dalam lima tahun terakhir lantaran anjloknya harga di pasar internasional yang berimbas di tingkat petani. Di Sumatera Selatan, harga karet hanya berkisar Rp7.500 per kg untuk karet berkualitas rendah dengan kadar kering 40 persen (atau hanya satu minggu dikeringkan) berdasarkan hasil penetapan lelang per 16 April 2019. Sementara untuk karet yang sudah berkualitas baik dengan kadar kering 60 persen sudah berada di kisaran Rp9.000-Rp10.000 per kg.

Baca juga: Menperin: industri komponen ban Indonesia sudah lengkap

Baca juga: BPPT fasilitasi industri vulkanisir ban pesawat terbang

Baca juga: Kemenperin maksimalkan nilai tambah karet alam


Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019