Jakarta (ANTARA News) - Fenomena berubahnya iklim bumi membawa efek yang tidak hanya sekadar perubahan gaya hidup dan kebijakan energi sektor industri, namun dibutuhkan pula perombakan yang mendasar di pihak institusi keuangan pemerintah dan pola perencanaannya, kata pakar lingkungan hidup, DR Hendro Sangkoyo. Menurut peneliti lepas soal lingkungan hidup yang alumnus program doktoral di Universitas Cornell (Amerika Serikat/AS), di Jakarta, Senin, perubahan iklim harus dipandang sebagai akibat dari gagalnya pembangunan jangka pendek, menengah, dan panjang. "Lebih banyak gagal lagi karena kadang tujuan pembangunan tidak benar-benar untuk jangka panjang, sehingga targetnya hanya demi pencapaian yang berjangka singkat," kata Hendro. Melihat perubahan iklim di Indonesia, lanjut dia, tidak bisa tidak harus ada perombakan di dua instansi penting pemerintah, yakni Bappenas (Badan Perencana Pembangunan Nasional) dan Departemen Keuangan (Depkeu). "Kita harus merombak Bappenas dan Depkeu, kalau ingin membuat kebijakan yang menggabungkan antara mitigasi dan adaptasi perubahan iklim ke dalam rencana pembangunan nasional," ujarnya. Perombakan, menurut Hendro, terbagi menjadi tiga bentuk, pertama adalah perubahan tolak ukur pembangunan ekonomi yang mengutamakan keselamatan serta kesejahteraan rakyat secara utuh dan terpenuhi. "Pembangunan juga harus bisa menaikkan tingkat kesejahteraan rakyat seiring dengan angka produktifitas daerah, dengan kata lain tiap kenaikan pendapatan daerah harus tercermin pula di sisi perbaikan kondisi ekonomi masyarakatnya," ujar Hendro. Faktor penting yang juga harus dirombak dari sisi keuangan dan perencanaan pembangunan, menurut dia, adalah pengutamaan kelangsungan ekosistem dan lingkungan hidup. Hendro menilai, sudah saatnya pola berpikir sektor keuangan dan perencana pembangunan diubah dari gaya menjual apa-apa yang bisa dijual di alam menjadi pikiran yang berwawasan konservasi. "Yang dibutuhkan adalah perombakan total di tata kelola produksi dan konsumsi," katanya. Sebagai negara kepulauan, Indonesia adalah negara yang memiliki tingkat kerawanan yang tinggi akibat perubahan iklim. Mulai dari kenaikan muka air laut yang bisa menenggelamkan pulau-pulau kecil, hingga maraknya penyakit menular akibat kenaikan suhu permukaan Bumi. Sebagai gambaran potensi kerugian akibat perubahan iklim, dalam Laporan Stern yang dirilis tahun 2006 lalu disebutkan bahwa tiap semeter kenaikan air laut, maka Produk Domestik Bruto (PDB) negara bisa turun 10 persen. Negara-negara yang terancam turun PDB-nya itu adalah Bangladesh, Vietnam, dan Mesir. Untuk Indonesia sendiri hingga saat ini belum ada kajian secara menyeluruh tentang potensi kerugian dari efek perubahan iklim secara nasional. Seperti dikatakan Direktur Ekonomi Makro Bappenas, Bambang Prijambodo, saat ini institusi perencana pembangunan nasional tersebut baru berencana memetakan kerugian dari dampak perubahan iklim di seluruh Indonesia. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007