Singapura (ANTARA News) - Harga minyak di Asia, Senin, naik ketika para pedagang melihat ketatnya pasokan energi mendekati musim dingin di belahan bumi utara, kata para pelaku pasar. Berbagai indikasi yang merujuk bahwa Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) tidak akan menaikkan produksinya juga menjadi sentimen kenaikan harga minyak, kata mereka. "Jika seseorang melihat fundamental, pasar saat ini ketat," kata Victor Shum, analis perusahaan konsultan energi Purvin and Gertz yang berbasis di Singapura. "Hal itu menjelaskan mengapa harga minyak mentah menunjukkan sinyal baru menguat," katanya kepada AFP. Pada perdagangan pagi, kontrak minyak utama New York, light sweet, untuk pengiriman Januari, naik 66 sen menjadi 95,50 dolar AS per barel dibandingkan dengan harga 93,84 dolar dalam penutupan Jumat malam. Kontrak bulan Desember yang berakhir Jumat pekan lalu, ditutup naik 1,67 dolar menjadi 95,10 dolar. Minyak mentah Brent Laut Utara untuk pengiriman Januati naik 57 sen menjadi 92,19 dolar. Para Kepala Negara OPEC bertemu di Riyadh selama akhir pekan kemarin, untuk menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT). Tetapi mereka mengindikasikan tidak ada rencana untuk menaikkan produksi yang saat ini jumlahnya mencakup 40 persen dari total produksi minyak mentah dunia, meskipun ada tekanan dari Amerika Serikat (AS), sebagai pengguna energi terbesar dunia. Shum mengatakan setiap kenaikan produksi tidak akan berdampak banyak, mengingat kian dekatnya musim dingin. Permintaan bahan bakar pemanas biasanya mencapai puncaknya selama musim dingin, khususnya di wilayah utara AS. "Bahkan jika OPEC memutuskan untuk menaikkan target produksi, sangat terlambat karena sudah akan masuk puncak musim dingin. Dan begitu kita masuk dalam musim dingin di belahan bumi utara, permintaan akan naik," kata Shum. "Kita mengalami masalah ketatnya permintaan dan penawaran dan faktor ini akan mendorong kenaikan harga." (*)

Copyright © ANTARA 2007